Penulis: Alexandre Dumas
Penerjemah: Nin Bakdi Soemanto
Penyunting: Dhewiberta
Perancang Sampul: Edi Jatmiko
Pemeriksa Aksara: Nunung Wiyati, Inta Ren
Penata Aksara: Supardi
Penerbit: Bentang
Tahun: 2011
Hlm: 568
ISBN: 9786028811248
Harga: IDR 73000
Rated: 3.5/5
Sinopsis:
The Count of Monte Cristo:
Kisah ini di mulai pada tanggal 24 Februari 1815. Kondisi saat itu Bonaparte diasingkan ke Elba oleh Raja Louis XVIII. Banyak Bonapartis (pendukung militan Bonaparte) yang bergerak secara diam-diam, sehingga tidak jarang orang dituduh sebagai Bonapartis lalu ditangkap dan dipenjarakan.
Edmond Dantes, pelaut muda yang punya masa depan cerah. Ia cerdas, sigap, di hormati, punya jiwa pemimpin, dan diusianya yang masih 19 tahun sudah akan diangkat jadi Kapten kapal. Selain itu dalam tiga hari ia akan segera menikahi gadis paling cantik, Mercedes.
Namun, tidak ada orang yang disukai semua orang. Selalu ada satu-dua orang yang tidak suka dengan kesuksesan kita. Begitu juga dengan Dantes, temannya Danglars tidak menyukai kemungkinan Dantes jadi Kapten kapal. Sedangkan Fernand yang juga menyukai Mercedes tidak rela mereka menikah. Lalu, keduanya berkomplot untuk menjebak Dantes ke penjara.
Malang bagi Dantes, Monsieur de Villefort yang ambisius melihat Dantes sebagai batu lompatan karirnya. Ia menjebloskan Dantes ke penjara atas tuduhan sebagai pengkhianat Bonapartis. Dantes menghabiskan 14 tahun hidupnya dalam penjara. Disana ia bertemu seorang pendeta bernama Abbe Faria yang jenius dan menganggapnya sebagai anak sendiri. Ia mengajarkan Dantes banyak hal termasuk memberikan hartanya.
Dantes berhasil kabur dari penjara dan menjadi kaya raya akibat harta karun yang diberikan Abbe Faria yang dipendam di pulau Monte Cristo. Setelah itu ia menghabiskan waktu 10 tahun berikutnya utuk keliling dunia sambil merencanakan pembalasan dendam.
Ketika ia muncul di Paris sebagai Count of Monte Cristo, banyak hal berubah. Danglars sekarang menjadi bankir sukses dan kaya raya dan bergelar Baron. Fernand yang dulunya nelayan menjadi seorang Count de Morcef dan menikahi Mercedes. Lalu Monsieur de Villefort yang ambisius sudah menjadi penuntut umum yang amat disegani. Paris menjadi panggung hidup dimana Dantes memulai skenario pembalasan dendamnya.
Cute-mentary
Butuh waktu lama buat saya untuk menyelesaikan buku ini. Bukan karena buku ini jelek, justru ini karya yang bagus sekali. Cuma karena terlalu banyak detail, saya yang suka fast-paced jadi cepet bosan. Rasanya setiap karakter punya kisahnya yang mungkin bisa jadi satu buku sendiri. Gaya penulisan tentunya berbeda zaman jadi ya sudah berbeda selera, untuk sebagian orang. Saya maklum, ini buku klasik. Saya saja yang kurang bisa menikmatinya.
Salah satu yang bikin saya kurang menikmati buku ini antara lain karena banyaknya typo. Entah kenapa ada banyak penata aksara dan pemeriksa aksara (yang bedanya aja saya nggak tahu) tapi kok masih banyak sekali kalimat yang tidak lengkap, kurang kata sambung, kadang dobel kata yang nggak ada maknanya, dan kayak masih belum selesai di terjemahin. Mungkin penerjemah lupa mau ngedit (nambah atau ngurangin) kata, dan itu terlewat. Yah, saya maklum aja. Memang khas buku klasik juga yang bahasanya indah dan mendayu-dayu jadi susah nerjemahinnya. Cuma, imbasnya ya begitu, kenikmatan membaca jadi berkurang. Terutama tipe rewel macam saya.
On a second though, mungkin saya harus baca juga versi aslinya. Siapa tahu saya malah suka kalo baca untuk kedua kalinya. Jujur buku ini sebenernya bagus banget. Cocok untuk dibaca sekali baca karena kalau enggak, kita bisa lost. Kayak saya kemarin itu, jadi harus ngulang lagi dari beberapa paragraf sebelumnya biar nangkap maksudnya. Tapi sayang buku ini tebal memang, jadi mau nggak mau lama bacanya.
On a second though, mungkin saya harus baca juga versi aslinya. Siapa tahu saya malah suka kalo baca untuk kedua kalinya. Jujur buku ini sebenernya bagus banget. Cocok untuk dibaca sekali baca karena kalau enggak, kita bisa lost. Kayak saya kemarin itu, jadi harus ngulang lagi dari beberapa paragraf sebelumnya biar nangkap maksudnya. Tapi sayang buku ini tebal memang, jadi mau nggak mau lama bacanya.
Saya jauh lebih suka versi filmnya, saya simpan film itu sejak 2007 sampai tahun 2010, saya tonton berkali-kali nggak pernah bosen, sebelum ikut hilang bersama laptop. Pernah nonton adaptasi filmnya yang dibintangi Jim Caviezel (ada Guy Pierce juga) tahun 2002?
Count of Monte Cristo dan Mercedes de Morcef
Filmnya versi Hollywood, so it has more romance, more thrill and of course more action. Juga lebih fokus sama perjalanan Edmond Dantes saja sementara karakter pendukung lain porsinya pas nggak berlebihan. Bukunya? Not so much. Malah karena terlalu banyak detail jadi sedikit membosankan dan menyiksa
melelahkan. Saya mau skimming saja tapi nggak bisa. Rasanya sayang,
takut ada yang terlewatkan dan terpaksa harus baca ulang, which is will
doubled my work.
1001 Books You Must Read Before You Die
Tapi saya mengerti sekali kenapa buku ini masuk dalam daftar "1001 Books You Must Read Before You Die". Buku ini mengangkat tema yang sangat universal, nilai paling mendasar dalam hasrat manusia; Harta, Dengki, Ambisi, Dendam, dan Cinta.
Semua berawal dari rasa 'iri dengki' Danglars dan Fernand (Morcef) terhadap Dantes yang mengantarkan pemuda baik hati itu kepada Villefort. Dan karena 'ambisi' Villefort, ia menjebloskan pemuda tak bersalah itu ke dalam penjara. Dan karena 'cinta' Faria kepada Dantes, ia mengajarkan seluruh pengetahuan yang digunakan sebagai amunisi Dantes untuk membalas 'dendam'. Dendam akibat ia kehilangan orang-orang yang ia cintai. Semua itu bagaikan serangkaian benang merah nasib yang mempermainkan manusia di dalamnya.
Ketika Dantes mulai membalas dendam, ia merasa bagaikan Tuhan. Ia punya pengetahuan, ia punya harta, ia punya rencana matang yang sudah ia siapkan selama puluhan tahun untuk panggung pembalasan dendamnya. Ia merencanakan dan mempermainkan banyak orang. Seolah-olah ia Tuhan yang memanipulasi takdir, sedangkan orang-orang itu hanya bidak catur yang bisa ia kontrol nasibnya.
Dan ingat, ketika Dantes sudah hampir menyelesaikan pembalasan dendamnya, ia menyesal karena merasa dirinya kelewatan. Ia sedih karena sudah menyakiti banyak orang tidak bersalah. Tapi ketika ia melihat kembali masa-masa ia di penjara, kebencian itu bangkit kembali dan ia melanjutkan dendamnya. He's just human, afterall.
Karma itu ada, siapa menanam dia yang akan menuai. Dan setiap manusia di bumi tak luput dari karma ini. Sepanjang manusia punya nafsu dan akal, maka iri dengki, ambisi, cinta dan dendam akan selalu ada dalam diri manusia. Buku ini adalah bukti nyata dari fenomena itu. Fenomena yang selalu di alami umat manusia di setiap zaman, setiap suku bangsa, dan setiap generasi.
Itu, saya rasa, kenapa buku ini menjadi buku klasik wajib baca dengan nilai moralnya yang universal masih bisa di petik walau zaman sudah berganti.
------------------------^^------------------------
PS: Review ini di posting dalam rangka "Posting Bareng BBI bulan Agustus, dengan tema buku Historical Fiction".PS1: Picture bukunya nebeng punya Om htanzil @ Buku Yang Kubaca ya.
PS2: Thanks buat Mba Fanda @ Fanda's Historical Fiction uda minjemin buku ini.