Berawal dari ajakan Mas Yudhi Herwibowo, penulis buku Enigma, untuk menghadiri acara Grasindo Goes to Jogja di Semesta Cafe akhirnya sabtu siang itu saya pun meluncur ke shopping centre. Loh, kenapa ke shopping? Iya, soalnya Mas Yudhi mau beli beberapa buku dulu. Ketika sampai disana, mas Yudhi yang udah sampai duluan rupanya siap mau beli 3 buku lho, wow.
Selanjutnya setelah makan siang, akhirnya saya, Mas Yudhi dan Mas Dion @ Baca Biar Beken segera meluncur ke Semesta Cafe dan saya sama mas Dion langsung kesenengan dapat goodie bag yang isinya novel. Haha, emang penyakit blogger buku itu ya seneng banget nimbun buku, apalagi kalau buku itu gratisan.
isi goodie bag dari grasindo
pamer sekaligus narsis w/ Mas Dion @ Baca Biar Beken
Satu goodie bag berisi dua novel, satu CD, voucher belanja buku gramediana, dan kartu emm apa ya namanya.. ahaha. Mungkin lebih tepat disebut leaflet card gitu lah yang isinya tentang cara untuk menulis dan mengirim naskah ke Grasindo.
leaflet card
#PSA: Publisher Searching for Author
yang ingin masukin naskah, segera hubungi Grasindo!
klik untuk perbesar gambar diatas
Acara ini kemudian dimulai pukul 13.30 ngaret setengah jam dari jadwal. Para penulis yang bukunya dihadiahkan dalam goodie bag pun kemudian menjadi pembicara di depan. Penulis kawakan yang menjadi pembicara adalah Ari Kinoysan (@arikinoysan) penulis puluhan buku kondang, seperti novel Hot Chocolate (saya pernah baca dan punya bukunya) dan buku-buku non-fiksi lainnya.
talkshow
Kemudian ada Mas Yudhi Herwibowo (@yudhi_herwibowo), yang mengundang saya, penulis buku Enigma, Untung Soeropati, Pandaya Sriwijaya, dll. yang tidak usah diragukan lagi saya punya banyak buku beliau (beberapa dikasih langsung hehe, thanks mas Yudhi).
Penulis lainnya, bisa dibilang tergolong masih baru. Tapi meskipun begitu jangan diremehkan karena mereka telah berhasil mengeluarkan karya tulis yang diterbitkan salah satu penerbit besar, Grasindo. Diantara lain, Edot Herjunot (@Edotzherjunotz) bukan hanya penulis biasa, dia juga seorang stand-up comedian dan blogger, dengan buku keroyokan Asem Manis Cinta. Selain buku AMC itu, Herjunot rupanya sudah akan menerbitkan satu buku lain yang dalam waktu dekat akan direlease Grasindo.
Lalu ada Tafrid Huda (killtafrids) dengan bukunya Dear Gita yang terinspirasi dari kisah pribadinya. Kemudian penulis fantasy, Eldar, nama pena-nya Violin (@ianstormn) tapi jangan tertipu, dia asli cowok. Tapi saya lupa nama aslinya huehe, maaf ya. Dan terakhir novel romance, Phobia oleh Glazia (@nonalangit) dengan setting korea yang kerennya sudah beberapa kali terbit ulang sehingga menjadi bestseller.
buku-buku yang saya dan mas dion dapatkan
Awalnya masing-masing menceritakan bagaiman perjalanan menulis buku-buku yang mereka terbitkan di Grasindo. Kemudian perjalanan menjadi penulis. Lalu dibuka sesi tanya jawab. Menurut saya yang paling seru justru sesi tanya jawab. Banyak sekali calon penulis yang bersemangat menanyakan tips-tips menulis dari para penulis sukses diatas.
kelima penulis dengan buku karyanya masing-masing
Salah satu pertanyaan yang saya ingat adalah bagaimana cara mengatasi writer block, yang saya ingat betul dijawab dengan indah oleh Mba Ari Kinoysan, bahwa setiap orang memiliki waktu yang sama banyaknya, yaitu 24 jam. Tergantung tiap orang bagaimana akan memanfaatkannya. Yang terpenting adalah bisa disiplin dengan jadwal dengan membuat deadline untuk diri sendiri.
Mba Arie Kinoysan
Manajemen waktu menjadi sangat penting. Dan yang membuat saya salut karena selain menulis puluhan buku, Mba Kinoysan masih sempat mengasuh grup menulis di FB, sedang mengambil S2 dan sekaligus menjadi Ibu rumah tangga. Luar biasa menurut saya. Banyak yang bisa saya petik dari Mbak Kinoysan, apalagi sekarang saya sedang menghadapi masalah tentang manajemen waktu nih.
Kemudian, pertanyaan dari Steven @ Haremi Book Corner, tentang mana yang terbaik untuk seorang penulis, menjadi penulis yang idealis atau realistis? Dan dijawab Mas Yudhi bahwa penulis harus bisa balance antara realitas dan idealisme.
Berdasarkan pengalamannya pribadi, Mas Yudhi tidak ingin menjadi sekedar penulis idealis yang kemudian saking idealisnya, membuat dirinya jadi hippie, tidak. Beliau, dengan tetap memegang idealismenya, perlu menelurkan karya sastra yang berbobot. Namun, disela-sela menulis berat itu, ia selingi dengan tulisan-tulisan ringan yang lebih ngepop, yang menghasilkan pemasukan.
dari kiri ke kanan: Mas Yudhi & Herjunot
Kesimpulan yang saya dapatkan, dan sering banget ditekankan oleh para penulis sekaligus pembicara di depan ini adalah, menulis itu butuh proses yang panjang. Mulai dari mencari ide cerita, menulis kerangka, membangun karakter, dan hingga setelah segala proses itu berakhir dan menghasilkan karya sastra, penulis harus melewati proses menerbitkan buku tersebut. Mulai dari mengirimkannya ke penerbit, menunggu giliran dibaca editor, lalu vonis diterima/ditolak. Setelah diterima pun belum tentu diterbitkan karena masih harus melewati masa revisi berkali-kali hingga kemudian masuk antrian cetak. Setelah cetak pun masih harus promosi.. fiuuuh.
Yang jelas tidak boleh ada kata menyerah. Semua itu bisa dilewati asal tidak menyerah. Mbak Kinoysan pernah harus menunggu naskahnya dibaca editor selama satu tahun lebih. Jadi para penulis baru yang merasa tidak mendapat kabar tentang nasib naskahnya walau cuma sebulan dua bulan tidak boleh mengeluh dulu. Caranya, setiap bulan telepon editor untuk menanyakan naskahnya sudah sampai antrian ke berapa. Dan kemudian harus sabar menunggu hingga vonis datang. Oke, para penulis baru, semangat!!
Sepanjang acara saya mider kemana-mana jadi tukang foto dadakan. Maklum, kamera DSLR Canon mas Yudhi nganggur sih, jadinya ya saya pake jeprat jepret. Meskipun saya yakin banyak yang hasilnya ancur, maklum baru pertama kali itu saya beneran pegang DSLR lama.. huehe. Biarpun saya jadi tukang potret dadakan, saya masih sempet narsis kok, tenang saja..
Yang jelas tidak boleh ada kata menyerah. Semua itu bisa dilewati asal tidak menyerah. Mbak Kinoysan pernah harus menunggu naskahnya dibaca editor selama satu tahun lebih. Jadi para penulis baru yang merasa tidak mendapat kabar tentang nasib naskahnya walau cuma sebulan dua bulan tidak boleh mengeluh dulu. Caranya, setiap bulan telepon editor untuk menanyakan naskahnya sudah sampai antrian ke berapa. Dan kemudian harus sabar menunggu hingga vonis datang. Oke, para penulis baru, semangat!!
dari kiri ke kanan: Steven, Dion & me
Anyway, diantara beberapa buku yang kami dapat, saya paling tertarik baca Dear Gita - Tafrid Huda. Kenapa? Karena Mas Tafrid ketika menceritakan asal ide cerita buku ini dengan penuh perasaan dan masih terasa sedikit emosional. Jadi nggak heran dong kalau saya jadi penasaran sama kisah sakit hatinya.
foto saya (sebagian pengunjung) bersama dengan para penulis
Acara diakhiri dengan sesi tanda tangan dan foto bersama. Seperti biasa, ditengah keriuhan saya jadi juru potret pun saya masih sempat narsis. Iyalah, sayang banget dong masa saya nggak ikut nampang, huhu.
I also had a great chat with Grasindo Editor, Mba Anin Patrajuangga.
Sayang mba anin pemalu, jadi fotonya cuma dapat dikit Salam kenal, mba
Anin :)
left: Mba Anin Patrajuangga
Sekian laporan dari saya. Dokumentasi berasal dari kamera Mas Yudhi, katalog lebih lengkap bisa dilihat sendiri ke blog Enigmanya Mas Yudhi. Can't wait to have another meet & greet like this. It was a blast and please wait for my book reviews to come :)