Penulis: Alexia Chen
Penyunting: Shalahuddin Gh
Penerbit: Javanica
Hlm: 551
Tahun: 2014
ISBN: 9786027010543
Rating: 3,5/5
Pinjam: Mas Dion @ Baca Biar Beken
Sinopsis:
A GIRL WHO LOVES A GHOST:
A Girl Who Loves A Ghost.
Dari judulnya, pertama, saya mengira ini buku horor. Kedua, saya pikir ini buku terjemahan, selain karena judulnya pakai bahasa Inggris, penulisnya pun bernama Alexia Chen, terkesan seperti nama asing. Dan semua asumsi saya itu terpatahkan ketika saya membaca reviewnya Mas Dion @ Baca Biar Beken. Rupanya ini buku romance dan buku lokal pula (dengan setting Indonesia).
Buku setebal 551 halaman ini saya selesaikan dalam dua hari. Jauh lebih cepat dari perkiraan awal. Karena buku ini lumayan ringan dan seharusnya bisa diselesaikan dalam sekali duduk. Aleeta Jones, 20 something college student, bule (sebenearnya sih blasteran, tapi dideskripsikan memiliki fisik kaukasian (blond, tall, blue eyes, white skin) dan ia lahir dan besar di Indonesia, seorang WNI. Ia punya hobi aneh seperti mendoakan arwah korban meninggal yang ia baca di koran. Saat itu ia berdoa untuk Nakano Yuto, korban meninggal perampokan yang jadi headline koran paginya.
Siapa sangka kalau ternyata hantu tampan itu langsung muncul dihadapannya. Aleeta ketakutan setengah mati, tapi tak lama ia langsung kesal karena hantu sok ini bossy sekali dan memaksa Aleeta untuk membantunya. Kemudian dimulailah petualangan mereka membongkar misteri pembunuhan Nakano Yuto.
"Kau berada di Indonesia, tinggal di Indonesia, kuliah di salah satu universitas di Indonesia. Semua orang yang berada di tanah air Indonesia adalah orang Indonesia dan tentu saja bisa berbahasa Indonesia. Memangnya ada yang aneh dari itu? Aku juga lahir dan besar di Indonesia.” (hlm 384)
Sebenarnya saya menyayangkan kenapa kedua karakternya harus blasteran semua. See, Aleeta Jones for instance. Kemudian Yuto Nakano (dan keluarga konglomerat Nakano dengan panggilan Tuan Muda, Nona, dsb). Hm, baik nama maupun deksripsi fisik kedua tokoh adalah orang asing semua meskipun diselingi embel-embel blasteran. Terkesan agak dipaksakan. Apakah penulis tidak cukup pede dengan tokoh orang Indonesia dan nama Indonesia? Memangnya ada yang aneh dengan produk Indonesia?
Padahal seluruh setting latar di Indonesia. Saya rasa kalau kedua tokoh utama ini bukan bule atau blasteran, pasti lebih mantap lagi. Kalau blasteran Jepang dan Amerika begini rasanya kayak baca fanfic jadul anak ABG pra-korean wave deh (kalau sekarang kan tren-nya blasteran Korea gitu).
Novel ini pemakai paham antiklimaks. Yah, sebenarnya lumayan bagus sih, terutama untuk pembaca yang butuh closure tentang apa yang terjadi dengan dua insan beda dunia ini setelah petualangan mereka berakhir. Tapiiiii.... Kemudian, saya kecewa dengan eksekusi endingnya.
Oke, memasuki area spoiler. Tapi saya tidak akan spoiler. Intinya, pada bagian akhir mendekati ending. Haruskah Aleeta bersikap bodoh seperti itu? Menurut saya bagian ini cukup dipaksakan penulis yang ingin menambahkan adegan aksi. Tidak ada salahnya dengan penambahan adegan aksi yang menurut saya pun jadi bumbu yang cukup seru. Namun eksekusi menuju ke adegan aksi itu yang kurang digarap dengan baik.
Sangat disayangkan adegan tersebut malah membuat Aleeta tampak bodoh. Aleeta Jones yang cerdas, apa adanya, dan bisa bersikap profesional, eh tiba-tiba melakukan tindakan yang sangat bodoh dan murahan (oke, kata-kata makian seperti 'pelacur' dan sebagainya itu sungguh tidak sesuai dengan image Aleeta Jones). Memangnya tidak ada kalimat konfrontasi lain yang lebih berkelas? Keputusan bodoh Aleeta yang justru sangat out of character dari sosok karakter yang telah dibangun sejak awal.
Dan adegan bodoh kedua, yang lebih disayangkan lagi, adalah ketika Aleeta dihadapkan pada dua pilihan. 'Melepaskan' atau 'Menahan' Yuto disisinya. Sungguh luar biasa sekali, pilihan yang diambil Aleeta dan ini kembali membuat saya kecewa. Dengan pangsa pasar pembaca Young Adult seharusnya Aleeta, seorang mahasiswi cerdas dan berpendidikan, bisa membuat keputusan yang logis.
Tiba-tiba saya teringat dengan demam Twilight saga. Saya khawatir hal-hal seperti ini justru menanamkan pemahaman yang salah tentang isu cinta terhadap generasi muda. Tahu sendirilah, mendewakan cinta diatas segalanya. Aleeta Jones is very Bella Swan. Eugh, mau semanis dan seromantis apapun kisah cinta mereka, saya merasa gadis-gadis seperti mereka itu tidak berpikir jernih dan menjadi sangat bodoh atas nama cinta. Bukan role model terbaik untuk anak muda. Padahal tanpa pendramatisiran 'sacrificing for love', novel ini sudah seru dengan seluruh ide cerita dan tema lainnya.
Terlepas dari semua kritik saya tersebut, novel ini sudah bagus sekali. Saya rasa penulisnya sudah sangat matang. Saya salut karena novel ini memiliki plot dan gaya bahasa yang rapi (ala terjemahan, meskipun jadi terkesan kaku/kurang luwes dan terjemahan sekali). Dan mampu meracik adegan paranormal, misteri, romansa, dan aksi menjadi satu kesatuan yang membuat saya tidak berhenti penasaran hingga akhir.
Yah, seandainya dua hal bodoh yang menjadi kritik saya itu tidak ada (atau di revisi), saya jamin novel ini mendapatkan full star karena menjadi novel lokal yang ringan sekaligus cerdas. Saya bahkan bisa membayangkan novel ini akan sangat keren kalau diadaptasi menjadi film.
PS: Oh, belum selesai nih. Endingnya pun masih tidak jelas. Saya sampai terbengong-bengong kenapa bisa ada twisted plot yang sangat absurd di epilog novel ini. Hm, saya kesaaaal, pokoknya saya harus baca novel keduanya karena penasaran apa maksud keabsurdan itu, hehe.
Alexia DeChen sekarang jadi Alexia Chen itu salah satu penulis novel seri Vandaria Saga. Aku cuma pernah baca 2 cerpennya saja, Mbak Okky. Dan so far aku suka sama gaya bahasanya yg emang sangat terasa feel ala novel terjemahan. Cuma emang kalau aku lihat eksekusi plotnya masih tipikal YA
BalasHapusHu um yaa, aku juga suka dg gaya bahasanya dan secara keseluruhan, plotnya. Hanya memang kecewa berat dg eksekusi yg terlalu dangkal dan pilihan kalimatnya utk karakter utama.
HapusWah, aku juga baru sadar kalau buku ini bukan horor dan terjemahan asing *ketipu judul*
BalasHapusNggak tau penulisnya sih, kayaknya dia penulis yang belum radarku untuk menjadikan bacaannya sebagai asupan, hehe... Tapi kalau dibilang eksekusi ending yang kurang, agak greget juga... kok bisa? :D
Haha, tuh kaaan ketipu juga.
HapusDari judulnya kayak novel tebal itu ya..
BalasHapusyang hornet apa gitu.. :)
Oh, millenium trilogy itu ya. The girl who ... hornet nest or something? Hahaha ga apal juga
Hapusaaahh... pengen babget baca buku ini, tapi belum sempat nyari... eh terima kasih reviewnya yaa, jadi makin penasaarn :D
BalasHapusSama-samaaa.. :D
HapusJudul + Cover + Nama Pengarang, komplit membentuk opini kalau buku ini terjemahan. :))
BalasHapusTrue!
HapusSetuju nih sama pendapat kak Oky. Waktu liat buku ini di tokbuk pertama kali, kukira ini juga buku terjemahan, tapi setelah liat review-nya, eh, rupanya ini novel lokal.
BalasHapusSempet ragu sih dulu waktu liat novel ini di tokbuk (Pengen beli, pengen juga nggak) tapi kayaknya setelah baca review ini, saya bakalan balik ke tokbuk dan langsung bawa buku ini ke kasir deh.
Penasaran sama ceritanya yang ringan sekaligus cerdas ini^^
Wawawaw haha.. ntar komen disini lagi ya kalo uda selesai bacaa
Hapusakan kah ada seri kedua untuk novel ini?kalo ada kapan ya?suka banget sama ceritanya
BalasHapusAdaaaaaaaaa
Hapus