Judul: Just One Day (Just One Day #1)
Penulis: Gayle Forman
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penyunting: Barokah Ruziati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: Februari 2014
Hlm: 400
ISBN: 9789792298208
Rating: 4,5/5
Sinopsis:
Penulis: Gayle Forman
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Penyunting: Barokah Ruziati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: Februari 2014
Hlm: 400
ISBN: 9789792298208
Rating: 4,5/5
Sinopsis:
JUST ONE DAY:
Pada liburan musim panas terakhirnya sebelum ia berangkat ke Boston untuk memulai kuliah perdananya, Allyson dan Melanie mendapatkan kesempatan ikut tur musim panas di eropa. Tapi ia sama sekali tidak menikmatinya. Mereka hanya pergi dari satu museum ke museum lainnya. Allyson tidak merasa mendapatkan pelajaran apapun yang berharga dari tur ini.
"Aku tidak yakin aku punya bakat untuk itu. Orang-orang selalu berkata bagaimana perjalanan dapat memperluas sudut pandangmu. Aku bahkan tidak yakin apa maksudnya, tapi perjalanan ini tidak memperluas apa-apa untukku, karena aku tidak berbakat."Kemudian dia berkata, "Melancong tidak butuh bakat. Kau hanya perlu melakukannya. Seperti bernapas." ~p.58
Lalu pada malam terakhir, ia dan Melanie menyelinap untuk menonton pertunjukkan Shakespeare jalanan. Dan keesokan paginya, di kereta menuju London ia bertemu Willem, aktor yang memerankan Sebastian pada pertunjukkan malam sebelumnya, lalu ketika Willem mengajaknya pergi ke Paris untuk sehari, Allyson berkata 'Ya'. Dan itu pertama kalinya Allyson keluar dari jalur.
Kurasa kebahagiaan ganda adalah kedua pihak yang saling menemukan." ~p.93
Paris sama seperti ekspektasinya. She's in love with Paris! ...and maybe with Willem, too? Sepanjang perjalanan mereka berkeliling Perancis, Allyson memakai samaran, ia seorang Lulu, bukan Allyson. Tapi setelah semalam, Willem has gone and Allyson left Paris.
Kemudian dimulailah semester pertamanya sebagai mahasiswa pra-kedokteran di Boston. Tidak seperti masa SMAnya yang cemerlang, Allyson kesulitan mengikuti perkuliahannya. Ia bahkan kesulitan menjalin pertemanan. Allyson merasa kosong. Ia merasa lelah berpura-pura menjadi anak sempurna.
"Garis antara identitas diri asli dan palsu menjadi buram di kedua sisi. Menurutku, itu metafora yang layak bagi jatuh cinta."
Kemudian ia berteman dengan Dee, anak afro super pintar yang untuk pertama kalinya menemani hari-hari Allyson. Ia pun menceritakan banyak hal. Dee mendukungnya untuk mencari Willem karena, akui saja, she needs closure. Ia harus tahu apa yang terjadi. Mengapa Willem pergi? Apa yang saat itu terjadi padanya? Apakah Willem kembali untuk mencarinya dan mendapati bahwa Allyson sudah pulang?
C'es courageux d'aller dans l'inconnu : Sungguh berani untuk memasuki daerah tidak dikenal
Dan itulah yang Allyson lakukan. Tidak peduli sebanyak apapun ia terlihat idiot, sepanjang ia terus mencoba melakukannya, ia adalah seseorang yang berani. Maka ia pun memutuskan untuk kembali ke Paris untuk mencari Willem. Untuk mendapat sebuah jawaban.
"Kenapa tidak kau coba saja? Serahkan pada takdir."Takdir. Kurasa itu kata lain untuk kecelakaan.Yang tidak lagi kupercaya.
Saya tidak menyesal membaca buku ini, nyaris saya beri full star, sayangnya akhirnya cliffhanger, ugh. Really can't wait to read Just One Year, buku sekuelnya. Di paruh pertama alur berjalan lambat, perjalanan mereka ke Paris memang menyenangkan dan banyak diskusi menarik. Lalu semakin membosankan ketika memasuki bagian Allyson yang sulit beradaptasi di dunia perkuliahan.
"Bagaimana dengan orangtuaku?""Bagaimana dengan orangtuamu?""Aku tidak bisa mengecewakan mereka.""Bahkan jika artinya kau mengecewakan diri sendiri? Aku ragu itulah yang mereka inginkan darimu."
Saya merasa Allyson sangat egois dan awkward. Karakternya menjadi sulit dan dia mencoba mengusir semua orang yang ingin dekat dengannya. Yang memang sangat wajar karena Allyson sedang dalam fase mencari jati dirinya. Hidupnya, cara pandangnya, dan secara keseluruhan, dirinya sudah tidak sama lagi sejak bertemu dengan Willem. Siapa yang menyangka satu hari saja mampu mengubah segalanya, ya?
Saya menyukai bagaimana selanjutnya karakter Allyson berkembang. Ia bertemu teman baru, berani membuka diri, dirinya yang sesungguhnya. Mulai berani untuk menyatakan pendapatnya, melepas diri dari kontrol Ibunya yang posesif. Bekerja paruh waktu dan belajar bahasa perancis untuk kemudian terbang sendiri ke Paris. Wow, what a great achievement just from that one day in Paris. She has gone far from what she used to be.
"Aku sangat andal berpura-pura sampai tidak sadar saat melakukannya.""Oh, Sayang, tidakkah kau belajar apa-apa dari drama-drama ini? Tidak ada bedanya antara pura-pura dan sungguh-sungguh." ~ p.244
Dan tidak lupa Gayle Forman membawa kita berjalan-jalan di Eropa. Paris terutama. Tapi ia juga menyelipkan deskripsi detil sudut-sudut Amsterdam, bagaimana keramahan orang-orangnya, bagaiman kanal-kanal dan cafe-cafe di sudut Paris begitu indah. Wow, saya jadi pengen kesana.
Buku ini cukup tebal dan memiliki penyampaian mendalam. Sayang terjemahannya kurang luwes. Tidak seperti buku 'If I stay' yang terjemahannya sangat enak dibaca. Saya rasa akan lebih 'mengena' jika langsung membaca dalam bahasa aslinya. Karena kalimat dan diksi Gayle Forman selalu indah.
Saya rasa buku ini memang cocok dibaca untuk kalangan coming of age.
Para remaja yang sedang beranjak dewasa. Akhir belasan-awal dua puluhan.
Usia awkward dimana kita craving for something more, masih bingung
terhadap perubahan dan banyaknya pilihan, unsure of future, feeling lost
and trying to live in the moment. What a great book.
***
Halo Santa, maaf ya aku terlambat submit reviewku karena jujur saja aku baru selesai baca malam ini (dan selesai mereview malam ini juga). Aku baca buku ini cukup lama, karena rasanya kayak naik roller coaster. Mulai dari nggak tega sama kisah suram mereka di Paris. Oke, sebenernya nggak suram-suram amat sih, soalnya kan ini kisah tentang jatuh cinta mereka, tapi aku sedih banget sama mereka berdua yang harus terpisah seperti itu.
Trus aku bosan di pertengahan karena Allyson mellow yellow galau gitu. Jadinya aku selingin baca buku lain. Eh malah selesai baca 5 buku lain, ckck. Minta ditabok bener deh ya. Tahu-tahu sudah deadline aja dan aku malah melancong dari Jogja ke Madiun, Madiun-Jogja, lalu Jogja-Madiun lagi. Bukunya ku bawa-bawa tapiiiii nggak sempet bacanya #plak *ditabok beneran*
Anyho, akhirnya selesai juga lho. Setelah bersabar-sabar menghadapi sikap Allyson yang nyebelin itu, rupanya paruh kedua buku ini nggak mengecewakan. Malah bacanya jadi cepet banget dan hiks, terharu banget sama endingnya yang bikin pengen jedotin kepala saking gantungnya! Thank you for giving me this awesome book. Nggak rugi masukin bukunya ke wishlist.
Trus, soal Secret Santaku, awalnya aku kesulitan nebak. Tapi pada akhirnya bisa kutebak juga. Bisa baca cerita lengkapnya yang panjang lebar disini. Santaku adalaaaaah~ jeng jeeeeng Atria @ My Little Library
Berdasarkan clue nya (dan sedikit bantuan dari mba Bzee) aku pun mengurutkan warna biru itu. Awalnya ketemu barisan huruf acak yang nggak jelas apa artinya karena terlalu banyak huruf konsonan. Mana ada nama orang dengan huruf konsonan sebanyak itu kan? Makanya sempat nyerah selama dua minggu lalu mulai mencoba memecahkan kode lagi.
Ternyata, LMIYLTBARLTIREY yang bila disusun dengan benar menjadi MY LITTLE LIBRARY.
Thank you ya Mbak Atriaaa~ hahaha. Saking senengnya, aku sempet ninggalin komentar di post riddle-nya Mba Atria, cuma buat nakut-nakutin. Something like, I know who you are and I know what you did to me kekeke. Sorry iseng.
My review for this series:
#1 Just One Day
#2 Just One Year
#2.5 Just One Night
Baca Bareng Secret Santa
***
Novel ini saya baca dalam rangka Lucky No. 15 Reading Challenge, kategori Freebies Time. Buku ini diberikan oleh Atria @ My Little Library dalam rangka event Secret Santa 2014
Freebies Time: What’s the LAST free book you’ve got? Whether it’s from giveaway, a birthday gift or a surprise from someone special, don’t hold back any longer. Open the book and start reading it now :D
My review for this series:
#1 Just One Day
#2 Just One Year
#2.5 Just One Night