Sabtu, 23 Juli 2011

All Those Things We Never Said

Judul: All Those Things We Never Said
Penulis: Marc Levy
Penerbit: Bentang
Tahun: 2009
Hal: 360
ISBN: 978-979-1227-73-5





Review:


Hubungan Julia dengan ayahnya sangat buruk.  Mereka nyaris tidak bertemu apalagi berbicara selama 6 bulan lamanya.  Dan yang lebih buruk lagi adalah pemakaman ayahnya dilangsungkan di hari yang sama dengan hari pernikahannya. Bahkan ayahnya masih terus merusak rencananya setelah meninggal. Menurut Julia, itu hanya satu dari seribu cara ayahnya untuk menggagalkan hari pernikahannya. Jadi, ia kaget sekali mendapati manusia android yang sama persis seperti ayahnya dikirimkan ke apartemennya tepat sehari setelah pemakaman ayahnya.

Kemunculan mesin android itu mengubah kehidupan Julia selama seminggu ke depan karena andorid ayahnya mengajaknya berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya— memperbaiki waktu mereka yang hilang, hubungan mereka yang rusak —meminta Julia memberi kesempatan kedua.

Seperti sudah di rencanakan dengan rapi, Julia terseret skenario— entah apa —yang telah disusun oleh android ayahnya. Apapun skenario yang telah direncanakan takdir, Julia harus mencari pria yang menjadi cinta sejatinya, membawanya kembali ke reruntuhan tembok berlin, dan menghadapi konsekuensi dari kesalahan masa lalu.

Saya selalu menyukai kisah bertema sci-fi, jadi begitu saya menemukan kata keramat  "manusia android yang sama persis seperti ayahnya." pada sinopsis di sampul belakang novel ini tanpa pikir panjang langsung saya beli. Terbayang dalam benak bahwa kisah ini nantinya akan penuh dengan segala macam teknologi mutakhir, intrik perusahaan, konspirasi agen, dan propaganda kepentingan politik —yang ternyata malah tidak ada sama sekali. *antiklimaks*

Ternyata sebenarnya tema family-drama sudah jelas ditonjolkan dalam sinopsisnya, hanya saja saya yang terlalu dibutakan hasrat “belanja” tidak terlalu ambil pusing. Saya pikir apa bedanya? Toh, hampir semua kisah selalu dibumbui drama dan cinta. Hasilnya, saya banjir air mata alih-alih mendapati petualangan yang memacu adrenalin. Meskipun pada akhirnya kisah ini berakhir sesuai dengan keinginan happy-ending-goers tetap saja twisted ending ini merupakan kejutan manis untuk saya.

Kepiawaian Marc Levy dalam bertutur kata sekalipun ide ceritanya klise mampu menghasilkan kisah mengharukan yang sarat makna. Banyak dari kita percaya bahwa selalu ada kesempatan kedua. Tapi satu pelajaran diberikan Marc Levy dalam novel All Those Things We Never Said ini adalah apakah kita mampu memberikan kesempatan kedua untuk orang lain?

Hal tersebut mengajarkan saya bahwa hubungan manusia itu sejatinya sangat rapuh jika jalinannya tidak terjaga. Salah satu penyambung yang dapat merekatkan jalinan itu hanyalah keterbukaan dan penerimaan  Bahwa dengan bersikap terbuka barulah dapat terjalin komunikasi.

Dan setelah terjadi komunikasi, apakah saya sanggup menerima kenyataan dan penjelasan tanpa asumsi dan ekspektasi? Ayah Julia hanya menginginkan satu hal, kesempatan kedua dari putrinya. Dan kemudian, ia menunjukkan bahwa kesempatan kedua yang telah diberikan Julia mampu membuka kesempatan lainnya yang membawa Julia untuk berdamai dengan dirinya sendiri serta masa lalunya.

Pertanyaan besar selanjutnya adalah jika saya dihadapkan situasi dimana saya diminta untuk memberi kesempatan kedua, bisakah saya menyingkirkan rasa ego dan sakit hati? Sanggupkah anda?


Rabu, 13 Juli 2011

Replay


Judul: Replay
Penulis: Ken Grimwood
Penerbit: UFUK Press
Tahun: 2010
Hal: 532
ISBN: 978-602-8801-31-7




Review:

Selalu menarik untuk menyimak kisah time-travel dalam bentuk apapun. Dalam novel Replay ini mengusung tema unik dimana tokohnya dikhianati sang waktu untuk mati berkali-kali di waktu (tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik) yang sama. Selama siklus kehidupan yang berulang itu Jeff berkali-kali menjalani kehilangan, pengasingan, dan bahkan penyembuhan. Tapi yang terparah dari semua apa itu adalah kehilangan akan orang-orang yang dicintai.

Hingga separuh buku novel ini mengisahkan betapa membingungkan dan frustasinya Jeff karena permainan waktu dimana ia kembali hidup dan mati berkali-kali, ia gunakan kesempatan itu untuk bertaruh pada pertandingan olah raga besar yang hasilnya digunakan sebagai modal investasi supaya dirinya bisa mandiri secara finansial, mendengarkan berita politik yang sama dan mengetahui hampir seluruh kejadian besar meliputi perang, kecelakaan, dll di seluruh dunia dalam kurun waktu 25 tahun siklus hidupnya.

Di tengah pengasingannya, akhirnya ia menangkap satu kejanggalan. Sesuatu yang seharusnya tidak ada selama 3 kali kehidupannya. Dan disitulah ia bertemu sesama Replayer, Repeater, atau apapun sebutannya. Mulai dari situ kisah berkembang menarik. Mulai dari pertemuannya dengan sesama Replayer lain yang membuatnya jatuh cinta, usahanya mencari sesama Replayer-Replayer lainnya, berkurangnya waktu siklus hidup mereka hingga keterlibatan Jeff dalam politik yang mengubah sejarah dan kejadian-kejadian yang tidak seharusnya terjadi.

Sungguh kisah fantasy yang mengesankan meskipun di beberapa bab terakhir banyak typo yang saya temukan. Sebenarnya ide time-travel sudah klise, tapi kemasan dan olahan Ken Grimwood yang terbit tahun 1986 ini belum pernah ada sebelumnya (ya kan? Atau udah pernah?) ruang lingkup yang dipakai juga terbatas pada tahun 1963-1988 saja membuat plotnya tertata apik. Bahkan menyerempet sedikit dengan keterlibatan alien yang sampai akhir tidak dijelaskan lebih lanjut dan bikin saya tambah penasaran. Tapi pendeskripsian rasa sedih, frustasi, pemahaman yang tercapai selama masa siklus Replaynya dan ironi jatuh cinta berkali-kali hingga masa-masa pengasingan Jeff yang digambarkan Grimwood sangat manusiawi tapi kurang menyentuh. Bagi pecinta drama, jangan berharap Anda bisa nangis berember-ember ketika membaca novel ini karena tidak ada drama berlebihan yang ditulis.

Dan yang paling menyenangkan adalah twisted ending yang sama sekali tidak tertebak. Bisa dibilang setelah antiklimaks, masih ada klimaks kecil dan berujung pada antiklimaks kedua di bagian epilog. Lovely!


Hellow, readers!

credit icanread

Apa kabar, readers?

Wow, sudah setahun lebih sebulan saya sama sekali nggak mengupdate blog ini ya. Maaf, karena berbagai hal dan rasanya pembelaan apapun percuma kalau dikemukakan karena nantinya akan tetap akan terdengar seperti alasan yang dibuat-buat. Haha.

Saya cukup heran karena masih banyak follower yang bertahan membaca blog ini. Sebenarnya follower saya sebagaian sudah lupa bahwa mereka pernah follow blog ini atau mereka dengan setia follow saya dan harap-harap cemas menanti tulisan baru? Entah. Yang pasti saya senang dan sangat berterima kasih atas follownya, apapun motif Anda. XD

Jadi, pada akhirnya ketika saya mendapat liburan panjang, terbesit kembali keinginan me-review beberapa novel yang menarik hati. Dan well, mungkin gaya review saya akan sedikit berbeda dengan gaya penulisan setahun lalu.

Akankah lebih baik atau malah memburuk? Silakan Anda yang menilai.


Nice, if you were still here,

XOXO

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...