Senin, 12 Desember 2011

Anak Rembulan

Judul: Anak Rembulan
Penulis: Djokolelono
Penerbit: Penerbit Mizan
Tahun: Agustus 2011
Hlm: 350
ISBN: 9789794336373



Sejak membaca review anak Rembulan dari oom htanzil saya langsung kepengen banget baca buku ini secara genre favorit saya genre fantasi, ga afdol dong kalo belum baca novel fantasi lokal yg katanya oke banget ini. Tapi sayang setelah dicari-cari di toko buku masih belum ada karena novelnya tergolong baru. Jadi ketika saya beruntung memenangkan buku ini setelah ikutan Kuis Komentar "Novel Fantasi Lokal" di mizan.com (thanks mizan!!) saya langsung baca habis buku ini. Memang baru sempat di review sekarang, agak terlambat, but better late than never ya kan? Hehe.

Pemeran utama kita kali ini anak lelaki bernama Nono yang pulang ke rumah Mbahnya di Desa Wlingi saat liburan sekolah. Bocah kelas lima SD ini tiba-tiba terlempar ke dalam dunia lain yang penuh dengan keanehan. Mungkin masa lalu, atau mungkin masa yang lain ketika di tanah jawa masih ada perebutan kekuasaan di kerajaan, ada Ratu kejam dan prajurit-prajurit setianya, orang Belanda yang menginvasi demi harta, ada geng pencuri dan bahkan demit yang menyaru jadi Dewi. Semuanya berbahasa Jawa tapi memakai bahasa Jawa kuno, memakai pakaian zaman dulu dan orang-orangnya memiliki aji-aji sakti.

Selama tersesat di dunia aneh itu, Nono menghadapi berbagai petualangan seru. Mulai dari bertemu dengan Trimo--anak yang kabarnya hilang saat ikut berjuang melawan penjajah, hampir mati dipenggal pasukan Belanda gara-gara kaus merah Manchester Unitednya, sempat dikejar-kejar Macan Kumbang hitam jelmaan mbah Padmo dan berakhir jadi jongos Mbok Rimbi yang sadis dan memaksanya kerja rodi. Ia bahkan berkenalan dengan geng pencuri, si Kangka, Jagal, Jlamprong, Pinten dan Tangsen (hayo yang suka sama pewayangan pasti familiar dengan nama-nama ini).

Petualangan Nono belum berakhir lho. Ia masih nyaris di umpankan ke kolam buaya oleh si Setan Merah--sebutan untuk Ratu yang kejam. Dan tiba-tiba saja ia terlibat dalam peperangan antara Sri Ratu Kejam, pangeran Mahesasuro, pangeran Lembusuro, geng pencuri Semut Hitam, Kapitan Belanda, Mbah Padmo, dan Non Saarce yang semuanya orang-orang sakti. Mampukah Nano menyelamatkan diri dari perang dan kembali ke dunianya?

Membaca buku ini seperti menelan mentah-mentah komentar sok tahu yang membuat saya memenangkan kuis, "Novel fantasi lokal belum bisa mencuri hati pembaca negeri sendiri karena penulis lokal seringkali berkiblat pada mitos-mitos dan gaung fantasi dunia barat. Seandainya penulis lokal mampu mengolah apa yang sudah disediakan budaya lokal dengan apik dan imajinatif, saya yakin pembaca akan datang sendiri."

Jujur, novel Anak Rembulan ini memiliki segala hal yang saya sebut dengan "olahan mitos budaya lokal" yang membuat novel ini sangat spesial. Sejak kecil saya merasa mitos-mitos lokal itu tak kalah mistisnya dengan dongeng dan mitos barat. Malah saya penasaran sekali dengan aji-aji sakti orang-orang zaman dulu, tentang kerajaannya, tentang sejarahnya, tentang lakon-lakonnya~ semua diceritakan dengan apik dalam novel ini. Paket komplit!

Meskipun begitu saya masih merasa ceritanya menggantung pada plot kedua ketika Nono terbangun dan mendapati kemiripan-kemiripan nama dan orang disekitarnya. Ada sedikit gaung kosong yang menciptakan tanda tanya. Mungkin jika diolah lebih mendalam dan rapi bisa terasa lebih lengkap. Tebal halaman saya rasa bukan masalah sepanjang kisahnya menarik, pembaca tidak akan keberatan. Saya masih merasa kekosongan di akhir cerita ini ada kelanjutannya. Apakah buku ini akan dibuat sekuelnya?

Yah, meskipun ada dua tiga hal yang dianggap Bloopers (istilah dalam film) dalam novel ini tapi okelah, masih bisa di toleransi. Sepanjang plotnya jelas, karakternya kuat dan hampir tidak ada yang istilahnya kebetulan disini (ada sih, tapi itu masih bisa ditoleransi karena dalam batas logika dan saya maklum) saya sih enjoy aja. Dan menurut saya, novel fantasi lokal yang secara sederhana menjejakkan imajinasinya dengan budaya lokal, karya Djokolelono ini bisa bersaing mantap jika disandingkan dengan novel-novel fantasi luar. Saya  sangat berharap sekali ada lanjutannya. Atau kalau tidak ada sekuelnya, boleh dong karya sejenis dengan tema mitos lokal yang sederhana seperti ini diterbitkan.

Sabtu, 10 Desember 2011

SeoulVivor + Giveaway!

Judul: SeoulVivor
Penulis: Lia Indra Andriana & Tats
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun: November 2011
Hlm: 210
ISBN: 978-602-98325-2-5



Pertama kali membaca sinopsis dibelakang bukunya saya langsung tertarik sekali untuk segera membaca buku ini. Fangirl mana sih yang nggak kepengen tahu seluk beluk K-pop dan K-Drama langsung dari pengalaman penulisnya sendiri yang sempat menjejakkan kaki di Korea?

Jadi, disini mba Lia dan Tatz melakukan perjalanan ke Korea walaupun tidak bersamaan namun kisah mereka saling melengkapi buku ini. Mulai dari lokasi-lokasi syuting K-Drama terkenal seperti K-drama Dream High, Secret Garden, dan Beethoven Virus. Kemudian kunjungan ke museum Teddy Bear yang sudah jadi ikon nasional korea dan akrab buat pecinta K-Drama Princess Hour. Mampir ke Namsan Seoul Tower yang pernah jadi lokasi syuting Boys Before Flower dan super duper terkenal karena mitos gembok cintanya. Lalu berwisata ke Pulau Nami yang keindahannya sempat kita nikmati dalam K-Drama Winter Sonata. Ada pula kunjungan ke Petite France--desa perancis yang sangat indah dan seringkali jadi tempat syuting K-Drama dan venue berbagai variety show populer seperti Running Man.

Setelah puas menikmati Korea sebagai turis, akhirnya kita diajak untuk menjadi menikmati pengalaman menjadi fangirl K-Pop. Kita diajak mengikuti tour ke kantor JYP Entertaintment, sayang untuk kantor SM Entertaintment dan YG Entertainment tidak begitu banyak dijelaskan disini. Lalu pengalaman Tatz selama memuaskan hasrat fangirlingnya di Korea membawa kita mengunjungi tempat-tempat  belanja yang ramah dompet untuk membeli berbagai pernak-pernik K-pop.
 
Bahkan ada juga sesi 'Aji Mumpung' mampir ke toko pizza-nya Junsu JYJ, toko ice cream-nya Yoochun JYJ, atau toko kaca mata papanya Taeyeon. Sebelum ini kita selalu bertanya-tanya bagaimana sih rasanya menonton idol kesayangan kita beraksi di panggung dalam acara musik. Nah, dibuku ini akan dijelaskan caranya seorang fans untuk mendapatkan tiket masuk sebagai penonton music show yang rupanya lumayan berat sekali syaratnya.

Buku ini bagaikan Lonely Planet-nya fangirl K-popers yang ingin berwisata ke Korea sekaligus fangirling. Banyak sekali cerita menarik tentang tempat-tempat wajib dikunjungi selama di Korea. Adanya informasi-informasi seperti estimasi biaya yang diperlukan, rute yang dituju, serta tips-tips menarik untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diperkirakan membuat saya tergoda untuk langsung backpacking ke Korea--sayangnya belum bisa terwujud dalam waktu dekat, doakan saja ya, amiiin.

Pengalaman mba Lia, dkk dalam buku ini menjawab tanda tanya besar saya mengenai budaya asli korea yang selama ini hanya bisa kita lihat dari balik layar kaca. Bagaimana budaya itu terasa berbeda dan lebih realistis setelah diceritakan kembali dari kacamata orang Indonesia menurut saya itu sesuatu yang sangat istimewa. Salah satu bagian dari buku ini selain kupon diskonnya adalah bab 'Random Facts' yang memuat fakta-fakta kecil tak terjawab yang selama ini sering saya pertanyakan dalam hati. Akhir kata, buku ini hanya memuaskan 40% keingintahuan saya sebagai K-popers dan saya tahu 60% sisanya akan terpenuhi apabila saya benar-benar pergi dan mengalaminya sendiri. 

All K-popers, you should read this book!
And now I have a giveaway for only 1 book of Seoulvivor by Lia Indra Andriana & Tatz
*bertandatangan pengarangnya!!*
Enter Rafflecopter


CLOSED!!


The Winner is Natasha

Karena Natasha tidak membalas saya 2 hari ini maka dipilih pemenang baru
Congratulation Tia Aulia 

(segera balas saya plg lambat tanggal 27 Desember, jika tidak akan dipilih pemenang baru)






Minggu, 04 Desember 2011

80 Hari Keliling Dunia

Judul: 80 Hari Keliling Dunia—Around the World in 80 Days
Penulis: Jules Verne 
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penerbit: Serambi
Tahun: 2008
Hlm: 367
ISBN: 978-979-024-154-1





The Synopsis
Novel klasik yang saya pinjam dari Mba Ari dan terbit pertama kali tahun 1873 silam ini mengisahkan tentang perjalanan keliling dunia seorang pria bujang kaya yang super tenang, Phileas Fogg, bersama pelayannya yang setia nan ceria, Passepartout. Bermula dari surat kabar yang memberitakan bahwa perjalanan keliling dunia—dengan teknologi dan transportasi yang tersedia saat itu—dapat ditempuh dalam 80 hari saja. Teman-teman bermain kartu Mr. Fogg tidak yakin atas berita tersebut. Sebaliknya Mr. Fogg sangat yakin bahwa keterlambatan, badai, dan segala hal yang menghambat keberangkatan telah diperkirakan dan termasuk dalam estimasi 80 hari tersebut. Maka, untuk membuktikan bahwa ia bisa kembali ke London dalam 80 hari setelah keliling dunia dengan taruhan sebesar 20.000 pound, berangkatlah ia ditemani pelayannya yang setia, Passepartout.

The ‘World’
—atau lebih tepat dikatakan The Countries kali ya. Mr. Fogg mengikuti rencana perjalanan yang dikeluarkan oleh The Daily Telegraph dengan sangat yakin—sesuai dengan kepribadiannya yg serba pasti. Mr. Fogg dalam perjalanannya mengelilingi dunia merekam kisah-kisah menarik. Kapalnya pernah mengalami keterlambatan, keretanya dibajak, nyaris dibunuh kelompok fanatik di India dan bersinggungan dengan kaum Mormon yang menghalalkan poligami.

Tentunya kisah tak akan menarik tanpa bumbu dong ya. Jadi dalam buku ini tokoh antagonisnya adalah Detektif Fix yang mencurigainya sebagai pencuri uang bank. Detektif Fix membuntutinya dan menghalalkan segala cara yang mungkin dilakukan untuk menunda perjalanan Mr. Fogg. Tapi berkat kebetulan dan keberuntungan serta perhitungan cermat Mr. Fogg yang matematis usaha Detektif Fix berkali-kali gagal. Benarkah Mr. Fogg adalah pencurinya? Mampukah ia mengelilingi dunia sebelum tertangkap Detektif yang mati-matian berusaha menjebloskannya ke penjara?


The Characters
Phileas Fogg digambarkan sebagai karakter pendiam dan sangat tenang. Memiliki pengetahuan luas dan suka megoreksi kata-kata serta melakukan aktivitas pada jam-jam yang secara matematis tepat. Julias Verne menyebutnya seorang yang eksentrik. Saya menyebutnya, gentlemen yang kompulsif. Sebenarnya saya ingin mengkategorikan karakter ini sebagai seorang OCD--Obsessive Compulsive Disorder tapi karakter Mr. Fogg jauh dari definisi obsesif. Ia hanya secara matematis tepat waktu dan menyukai rutinitas yang sama.

"...dan menapakkan kaki kanannya di depan kaki kiri sebanyak 575 kali, dan kaki kirinya di depan kaki kanannya sebanyak 576 kali, sampailah ia di Reform Club," hlm.28

Sedangkan karakter Passepartout secara menyenangkan sangat riang, berbanding terbalik 360 derajat dari Mr.Fogg. Kesetiaannya buta dan karakternya menyenangkan. Secara keseluruhan novel ini lebih nikmat dibaca karena tingkah menarik Passepartout yang menghidupkan novel ini. Saya berani jamin novel ini akan sangat datar dan membosankan tanpanya. Tahu sendiri kan bagaimana humor garing Inggris itu. Dia adalah karakter kunci yang menyemarakkan suasana.

Perjalanan Mr. Fogg dalam novel klasik 80 Hari Keliling Dunia ini sangat revolusioner pada zamannya dan hingga sekarang masih menyenangkan untuk dinikmati para pembacanya. Bahkan sudah berkali-kali diadaptasi ke layar lebar. Seperti tipikal kisah klasik lainnya, novel ini diceritakan dari sudut pandang orang ketiga dan nyaris tidak terasa kedalaman karakter Bahkan semakin kebelakang karakter Mr. Fogg semakin tenggelam oleh sinar riang Passepartout. Meskipun begitu tetap ada sedikit humor yang tertangkap dalam setiap perjalanannya. Sedikit twist juga menambah spesial kisah ini. Dan tentunya ending yang manis~ so classy.

Rabu, 30 November 2011

Sarah's Key

Judul: Sarah's Key
Penulis: Tatiana De Rosnay
Penerjemah: Lily Endang Joeliani
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Tahun: 2011
Hlm: 356
ISBN: 978602000923


Review:


Kisah dimulai pada musim panas di Prancis, Juli 1942 pada malam hari terjadi pengumpulan besar-besaran terhadap orang Yahudi oleh polisi Prancis sendiri. (atas perintah Jerman) Sebelumnya sudah santer beredar rumor akan adanya penggerebekan besar-besaran terhadap kaum Yahudi, tapi biasanya yang ditangkapi hanyalah para laki-laki saja. 

Makanya, ayah Sarah Starzynski sudah berhari-hari bersembunyi di bawah tanah. Tapi siapa sangka penggerebekan kali ini juga menyertakan perempuan dan anak-anak. Jadi, ketika pintu rumah Sarah digedor oleh polisi Perancis yang menyuruh mereka segera mengemasi perbekalan untuk beberapa hari saja, Sarah sangat terkejut, sedangkan Michele adik laki-lakinya ketakutan. Michele akhirnya bersembunyi di lemari mereka yang menyatu dengan dinding, tak ada yang tahu tempat persembunyian itu kecuali keluarga mereka. Sarah dengan polos menuruti permintaan adiknya, ia pikir mereka hanya pergi sebentar saja. Jadi, Sarah mengunci lemari itu dari luar, menyimpan kuncinya, dan berjanji bahwa ia akan segera kembali untuk menjemput Michele.

Enam puluh tahun kemudian, Julia Jarmond, seorang jurnalis paruh baya asal Amerika, yang telah 25 tahun tinggal di Perancis ini bertugas meliput fakta-fakta tentang Vel' d'Hiv' dan terutama menemukan saksi mata serta orang-orang yang berhasil bertahan hidup untuk diwawancarai. Rupanya hidup Julia dan keluarga suaminya memiliki hubungan yang erat dengan kisah Sarah Starzynski. Kepekaan dan rasa ingin tahunya yang besar menyeret Julia untuk mencari tahu bagaimana nasib Sarah. Pertanyaan terbesarnya adalah apakah Sarah berhasil kembali untuk adiknya?

Novel ini terinspirasi dari kejadian Velodrome d'Hiver yang terjadi pada masa pendudukan Jerman, pada saat itu kekuasaan Nazi mulai masuk hingga ke negara Prancis. Sarah dan orang tuanya tak terkecuali salah satu keluarga Yahudi yang ikut tergiring ke Velodrome d'Hiver (stadion indoor) sebelum nantinya dikirim ke Auschwits untuk dimasukkan dalam kamar gas. Juga novel kedua terkait Holocaust yang saya baca setelah novel klasik The Boy in he Striped Pyjamas.

Tatiana De Rosnay mengangkat topik sensitif dan menghadirkannya dalam fiksi yang sangat mengena tanpa terkesan terlalu dibuat-buat. Dengan penyampaian yang menarik meski tidak dapat digolongkan ringan membuat saya betah membaca buku ini. Saya salut sekali dengan kepiawaian penulis yang membuat tema berat menjadi sesuatu yang sangat mudah dibaca.

Kehadiran tokoh Sarah yang masih kanak-kanak juga terdeskripsi dengan apik, dimana karakternya penuh dengan emosi kebingungan dan pemahaman lugu sejauh yang secara psikologis mampu diterima oleh anak berusia sepuluh tahun dalam kondisi tertekan. Untungnya diimbangi sudut pandang Julia Garmond dari sisi karakter yang serba tahu mengenai tragedi penangkapan tersebut sehingga ada pemahaman mendalam yang mampu menjembatani pembaca dalam menjawab berbagai pertanyaan dari peristiwa yang dialami Sarah.

Buku yang menarik ini rupanya juga telah difilmkan dengan judul yang sama Sarah's Key (judul aslinya Elle s'appelait Sarah) pada tahun 2010 lalu. Saya suka sekali pemeran Sarah dalam film ini. Secantik yang saya bayangkan.



Tentunya versi film sedikit berbeda dengan bukunya meski secara garis besar mampu menyajikan seluruh esensi dari kisah aslinya. Yang saya suka dari adaptasi film  ini adalah terekamnya adegan-adegan yang menyentuh secara emosional dapat tervisualisasikan dengan baik. Seperti adegan pemisahan para ibu dengan anak-anaknya secara paksa. Dan bahkan ada adegan pencarian yang dilakukan Julia Jarmond  saat di Amerika yang secara logis mengungkap beberapa hal yang sempat menjadi tanda tanya besar bagi saya saat membaca bukunya.

Seperti yang diungkapkan Tatiana De Rosnay dalam Catatan Penulis bahwa novel ini tidak dimaksudkan menjadi buku sejarah, melainkan untuk menghormati anak-anak Vel' d'Hiv' yang tidak pernah kembali dan anak-anak yang selamat untuk berbagi cerita. Kisah Sarah ini menyadarkan saya bahwa kita adalah apa yang dihasilkan oleh sejarah hidup kita selama ini. Anak-anak yang berhasil bertahan hidup harus terus hidup dengan membawa mimpi buruk atas apa yang pernah mereka alami. Mereka tidak pernah benar-benar bisa lepas atau lupa. 

Saya bertanya-tanya, apakah mereka yang bertahan hidup tidak lebih beruntung dari mereka yang tidak pernah selamat?  


PS: Ditulis dalam rangka posting bersama buku Sarah's Key dengan #BBI

Kamis, 24 November 2011

Annual Contest: 2011 End of Year Book Contest

Blog ini sudah berjalan selama tiga tahun, sejak Maret 2008. Waktu yang lumayan panjang buat saya dengan pasang surutnya mood untuk mereview. Jadi, menjelang akhir tahun 2011 ini saya ingin mengadakan kontes tahunan untuk pertama kalinya. Harapannya sederhana, supaya blog ini awet dan terurus dengan adanya 'acara tahunan' yang harus saya jalankan. Haha.

So, kira-kira apa hadiahnya?
*klik gambar untuk lihat sinopsinya

Hadiahnya merupakan buku-buku terbitan dari Pustaka Jaya, salah satu penerbitan yang sudah berdiri sejak tahun 1971 dan banyak menerbitkan buku sastra bermutu. Supaya kenal lebih jauh dengan penerbit Pustaka Jaya, silakan klik disini #SavePustakaJaya



2011 End of Year Book Contest
1.       Dilaksanakan pada 24 November – 28 Desember 2011
2.       Pemenang akan diumumkan di blog “Kumpulan Sinopsis Dari Okeyzz” pada tanggal 2 Januari 2012
3.       Pemenang akan dihubungi oleh saya dan diharapkan konfirmasinya dalam waktu 3x24 jam
4.       Jika tidak ada kabar dari pemenang maka dianggap gugur dan akan dipilih pemenang baru


Syarat Mengikuti 2011 End of Year Book Contest apa?

1.       Punya Blog. Minimal telah aktif selama dua minggu terhitung dari waktu keikutsertaan di “2011 End of Year Book Contest”
2.       Satu orang hanya boleh memasukkan satu entry review
3.       Pemenang bersedia untuk mereview buku yang dimenangkan terhitung maksimal satu bulan sejak buku diterima


Caranya Bagaimana?
1.       Review satu buku saja di blog kamu yang memenuhi salah satu syarat berikut: *(pilih salah satu)
1.       Ada “huruf P pada judul buku
2.       Ada “angka” pada judul buku
3.       Ada “semangat” dalam judul buku
4.       Ada “rindu” dalam judul buku
5.       Ada “warna merah” pada sampul buku
6.       Ada “motif bulat” pada sampul buku
(ex: Harry Potter and the Deathly Hallows – ada huruf “P”)
2.       Jelaskan dan buktikan bahwa buku yang kamu pilih itu sesuai dengan syarat diatas dalam review
3.       Review dan pendaftaran entry “2011 End of Year Book Contest” harus di posting pada hari yang sama
4.       Jangan lupa pasang banner “2011 End of Year Book Contest” di blog kamu
5.       Ajak teman-teman lainnya; publish kontes ini di FB dan twitter kamu *(poin extra)


Daaaan... jangan lupa isi Formulir di bawah ini :

PENDAFTARAN KONTES TELAH BERAKHIR.
~terima kasih~

Nah, kalo kalian punya pertanyaan tentang kontes ini silakan tinggalkan komen di bawah atau bisa kontak saya di:
Email: okeyzz[at]gmail[dot]com
Twitter: @okeyzz

Jangan lupa sama si Mr. Linky ya...

Supaya peserta lainnya bisa mampir dan baca review kamu, masukkan URL review kamu ke Mr. Linky ya. Kalo masih ga muncul juga, tinggalkan link kalian di Comment Box, nanti saya bantu masukin link kalian secara manual~

Here they are, The Fighters~













Semangat semuanya. Semoga beruntung~ :D

Rabu, 16 November 2011

Zero Moment - Titik Nol

Judul: The Joshua Files #3: Zero Moment/Titik Nol
Penulis: M.G. Harris
Penerjemah: Nina Andiana
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2011
Hlm: 368
ISBN: 9789792276886


Sinopsis (Spoiler!):
Kali ini Joshua Gracia sudah berusia lima belas tahun. Badannya sekarang lebih tinggi dan lebih berotot. Secara tak langsung, ia jadi lebih sigap dalam melindungi diri dan Mum sangat bergantung padanya. Apalagi sekarang kemampuan Capoeiranya semakin ahli. Bersama Tyler (sahabatnya), Benicio (sepupunya), dan Mum, mereka berangkat ke Brasil untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Capoeira sebagai bagian dari kehidupan 'normal'nya. Tapi siapa sangka Ixchel dan Montoyo datang mengunjungi mereka di Brasil. Tiba-tiba semuanya serba penuh petualangan hidup dan mati lagi bagi Joshua. Kali ini mempertaruhkan nyawa orang-orang yang sangat ia sayangi, Mum, Tyler, dan Ixchel.

Cuap-cuap:
Setelah saya baca seri pertama Joshua Files: Invicible City saya selalu menantikan kelanjutan seri yang mengangkat topik suku Maya ini. Sayang sekali karena keterbatasan--dan kemalasan, saya sengaja nggak membuat review untuk buku keduanya, Joshua Files: Ice Shock. Tapi untuk buku ketiga Joshua Files series, saya dengan semangat '45 tak sabar untuk mengulas seri ini lebih lanjut.

Jadi, di buku ini Josh memasuki fase labil yang klise terjadi di kalangan remaja. Secara explisit ia cemburu karena Ixchel dan Benicio sangat akrab dan terlihat jelas saling menyukai. Dan M.G. Harris dengan sangat baik meramu mood Joshua sebagai karakter remaja pemarah dan dingin. Marahnya bukan tanpa alasan, Josh hanya belum tahu harus bersikap bagaimana menghadapi serangan rasa cemburu yang baru pertama kali dialaminya. Hingga akhir cerita, pencitraan karakter Josh sangat kuat dan perasaan Josh rupanya berperan penting dan terdeskripsikan dengan sangat detil sehingga membantu memuluskan keseluruhan jalannya plot cerita buku ini.

Tentu saja, nggak lengkap dong ya kalau nggak ada konflik. Dalam setiap cerita petualangan wajib ada pihak jahatnya. Masih lakon yang sama yang muncul di seri Ice Shock, Sekte Huracan. Jika dulu mereka menginginkan Codex Ix sekarang mereka menginginkan Josh. Hampir keseluruhan buku ini berisi tentang aksi penyelamatan yang dilakukan Josh dibantu Tyler dan Benicio. Kali ini adegan kejar-kejaran berlokasi di Brasil dan Swiss. Meski menurut saya lokasi-lokasi terpencil dan mistis di buku Ice Shock lebih seru tapi M.G. Harris sukses membawa suasana petualangan ala film Hollywood semacam pencurian dan kejar-kejaran mobil.

Joshua Files series mampu memberikan perasaan yang sama seperti saat saya membaca Hunger Games series; tak ingin buku ini berakhir. Banyak sekali rahasia yang terkuak, menyadarkan kita bahwa Joshua Files series pada akhirnya akan segera tamat. Rahasia-rahasia yang telah terkuak walau belum seluruhnya seperti misalnya, Gelang Itzamna, Hantu Camilla, pertemuan Josh dengan ayahnya, identitas Arcadio Gracia, dsb. Walaupun sebenarnya plotnya mudah ditebak (yah, normal sih, kan masih kategori YA) tapi tetap mampu membuat pembaca merasa excited dan berdebar-debar. Ingin sekali memberi lima bintang tapi sayang sekali, saya terlanjur baca Hunger Games series jadi bisa melihat kekurangan buku ini. So I think 4 stars out of 5 would be fair.

PS: Saya senang Gramedia mempertahankan keunikan cover The Joshua Files hingga seri ketiganya. Cover dari Gramedia memang yang paling bagus diantara terbitan negara lainnya.



Selasa, 15 November 2011

Orang dan Bambu Jepang


Judul: Orang dan Bambu jepang
Penulis: Ajip Rosidi
Penerbit: Pustaka Jaya
Tahun: Cetakan kedua, 2009
Hlm: 208
ISBN: 9789794193662

Ajip Rosidi, bermukim selama 22 tahun di Jepang sebagai gai-jin (orang asing). Ia mengamati keseharian orang-orang jepang lalu menuangkannya dalam 28 esai yang dimuat dalam berbagai surat kabar lalu kemudian dibukukan ini. 

Banyak kisah-kisah menarik yang diceritakan oleh Ajip Rosidi tentang Jepang, seperti sistem pemerintahan, sistem perkerataapian, perayaan-perayaan, dan sifat-sifat serta budaya orang Jepang yang menjadi wacana baru bagi saya.

Misalnya saja, dalam esai Perkertaapian, hlm 27, "...dalam sebuah kompleks stasiun kita dapat menemukan beberapa stasiun kereta api dari berbagai macam perusahaan yang mempunyai berbagai macam tujuan pula." yang merupakan sebuah pengetahuan baru bagi saya karena selama ini saya pikir lumrah dimana-mana perusahaan Kereta Api dimonopoli satu lembaga, seperti di Indonesia. 

Dalam esai Berobat, hlm.88, "...Di Jepang, setiap orang (juru rawat dan juga dokter) seperti selalu berlari-lari."dan bahkan Ajip Rosidi menambahkan bahwa ruang jaga perawat disana tidak ada kursi sehingga saat bekerja mereka benar-benar total. Sebagai perbandingan dari kinerja juru rawat di RS Indonesia yang belum setotal perawat-perawat Jepang--yang saya amini, tentunya.

Meskipun begitu, Ajip Rosidi dengan sukses menggambarkan kearifan dan kesederhanaan budaya Jepang yang sampai sekarang masih dianut dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh orang Jepang. Seperti yang digambarkan dalam esai berjudul Hanami dan Tahun Baru, bahwa orang Jepang tahu cara berpesta dan bersenang-senang. Kearifan dalam budaya berkata jujur dan mengembalikan barang yang bukan hak milik ke kantor polisi. Sebagaimana juga rasa tanggung jawab tinggi yang tercermin dalam pelayanan pegawai negeri di sektor publik dan pemerintahan yang patut kita teladani.

Pendapatnya tak lepas dari prinsip, pandangan, dan kebudayaan orang-orang Jepang yang familiar sekali bagi saya karena saya sering sekali baca komik-komik jepang sejak kecil. Hanya saja Ajip Rosidi terlalu berat sebelah dalam menceritakan sudut pandanganya. Menjelekkan negara sendiri disaat yang sama memuja negara lain terasa tidak pas. Maksudnya baik sih, demi membangun negeri yang masih carut marut karena pemerintahan yang buruk. Tapi lama-lama jadi terasa mengganggu. Mungkin sekali dua kali menyindir tidak masalah, tapi kalau terlalu sering bisa membuat pembaca risih. Malah terkesan kurang bijaksana dalam berpendapat. Walau beberapa esai terakhir orang Jepang itu sendiri pun lebih banyak disindir karena kekurangannya. Tapi, menurut saya, sindiran yang overlapping terhadap negeri sendiri dalam setiap esai justru mengurangi keindahan Jepang secara keseluruhan. Saya memang tidak pernah cocok dengan gaya bertutur dan kritik nyinyir meski beberapa orang menyukainya.

Sayang sekali buku ini terlalu tipis untuk diceritakan semuanya, jadi biarlah sepenggal saja yang saya ungkap. Sisanya bisa dilanjut baca sendiri. Hehe. Yang jelas, bagi pecinta Jepang, tak ada salahnya melengkapi koleksi bacaan dengan buku ini, lumayan buat pendalaman saat nanti baca komik, jadi bisa lebih memahami sistem keseharian yang akrab ditampilkan dalam keseharian karakter komik. Kumpulan esai Orang dan Bambu Jepang karya Ajip Rosidi dan buku-buku klasik terbitan Pustaka Jaya lainnya sekarang ini sudah bisa dipesan disini lho dan dapatkan discount 30% all itemnya. Akhir kata, selamat membaca :D

Senin, 31 Oktober 2011

Perfect Chemistry

Judul: Perfect Chemistry
Penulis: Simone Elkeles
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penerbit: Penerbit Terakota
Tahun: 2011
Hlm: 452
ISBN: 9786029698787


Review:


Si cewek (kulit) putih yang sering diledek si Putri Salju oleh Alex Fuentes ini bernama Brittany Ellis. Hidup dalam dunia sempurna yang berbeda jauh dari kehidupan Alex sendiri. Hidupnya yang penuh dengan bahaya, kekerasan, dan intrik geng Latino Blood tempatnya bergabung pada akhirnya bergesakan dengan hidup sempurna Brittany Ellis di kelas Kimia.

Saya tidak akan membeberkan jalan ceritanya karena dari sinopsis di belakang buku sudah cukup menjelaskan hampir keseluruhan cerita. Selain itu buku ini sudah terlalu sering di review dengan sangat baik oleh teman-teman blogger.

Mendengar animo positif pembaca di Goodreads dan teman-teman blogger yang ramai-ramai mereview buku ini beberapa bulan lalu membuat saya penasaran dan segera membeli buku ini. Covernya cantik, tebalnya pas, sinopsisnya menarik meski sangat teenlit ternyata membuat saya urung segera membacanya. Bukan karena saya tidak suka teenlit, tapi cuma karena belum mood, dan memang ada buku-buku lain yang lebih menarik perhatian, hehe.

Dan setelah saya membaca ternyata novel ini tak seheboh yang digembar-gemborkan (yah, mungkin masalah selera juga sih). Ceritanya begitu klise dan karakternya sudah sering sekali di daur ulang. Sangat cantik dan sangat tampan dengan segala kecerdasan dan kesempurnaan fisik yang mengesankan. Sayang sekali deskripsi pengarang mengenai karakter-karakter yang perfect-but-not-so-perfect ini menurut kurang flawless dan terlalu memaksa. Pengarang terlalu banyak mengungkapkan perasaan insecure tokoh yang sedang 'berpura-pura' menjadi sempurna atau tangguh padahal menurut saya akan lebih rapi jika pengarang tidak terlalu mengeksposenya secara berlebihan dalam deskripsi supaya pembaca bisa menyimpulkan sendiri sehingga bisa terasa natural.

Kemudian terpikir, mungkin animo bagus karena gaya berceritanya. Oke, gaya berceritanya memang enak, alur cepat meski kurang halus sehingga terkadang saya sering missed. Saya akui humornya bagus. Tapi entah kenapa saya tidak mendapatkan feel "this is it" yang biasanya saya rasakan kalau membaca cerita romance lainnya yang benar-benar bagus. Saya berharap lebih pada ending dari kisah ini, saat para tokoh utama feeling blue, saya mengharapkan Simone bisa lebih sensitif dalam meramu adegan ini tapi entah kenapa saya tetap merasa datar dan biasa-biasa saja. Dengan sangat menyesal saya terpikir untuk memberi dua bintang tapi karena covernya cantik bolehlah saya tambahin jadi tiga bintang.

Minggu, 28 Agustus 2011

Mockingjay

Judul: Mockingjay
Penulis: Suzanne Collins

Penerbit: Scholastic
Tahun: 2010
Hlm: 455
ISBN: 9781407109374

 
The Synopsis

Revolusi akan segera terjadi. Tindakan Katniss yang memicu pemberontakan di berbagai distrik—meskipun tidak sengaja. Namun ia harus membayar mahal untuk itu. Rupanya sudah ada pergerakan pemberontakan yang menunggu puncaknya. Dan Katniss yang tak tahu apa-apa diselamatkan para pemberontak dari arena Hunger Games untuk menjadi simbol pemberontakan. Because she’s the mockingjay and people paying attention to her.

Hanya saja Katniss kehilangan Peeta. Ia masih mengalami mimpi buruk akibat Hunger Games pertama. Kali ini ia semakin depresi karena kehilangan Peeta dalam Quarter Quell. Yang membuatnya tertekan adalah ia tidak tahu apakah Peeta masih hidup atau sudah mati di tangan Capitol. Sementara itu, Presiden Coin, presiden distrik 13 yang rupanya selama ini bersembunyi di bawah tanah, ingin Katniss menjalani perannya sebagai mockingjay dengan membuat iklan provokatif untuk mengintimidasi Capitol sekaligus mengangkat semangat para pemberontak yang tersebar di berbagai distrik.

Katniss terjebak dalam permainan para penguasa dalam revolusi ini. Ia tidak tahu siapa yang paling diuntungkan dalam keadaan ini karena sepertinya tetap banyak korban yang berjatuhan. Bahkan lebih banyak dari korban The Hunger Games. Yang ia tahu, dirinya hanyalah pion yang sedang dimanfaatkan diatas papan catur. Ya, Katniss masih berada di arena Hunger Games.


The Mockingjay

Katniss, yang telah selamat dua kali dalam Hunger Games dan yang tanpa sengaja mempopulerkan pin mockingjay diminta untuk menjadi simbol pemberontakan. Mockingjay adalah campuran dari burung Jabberjay dengan Mockingbird. Alkisah, Capitol menciptakan mutt berupa burung jabberjay yang bisa menirukan suara manusia semirip mungkin dengan aslinya. Setelah pemberontakan usai, burung jabberjay ini dibuang ke alam liar supaya punah. Namun karena insting survivalnya tinggi, burung jabberjay akhirnya kawin  silang dengan mockingbird sehingga muncul spesies baru bernama mockingjay. Bisa dibilang kecelakaan ini diluar ekspektasi Capitol sehingga kejadian ini menampar mereka.

Seperti jabberjay, burung ini memiliki kemampuan untuk menirukan suara, hanya saja mereka mau menirukan lagu yang dinyanyikan oleh jenis suara tertentu, seperti suara Katniss, misalnya. Lalu menyebarkan lagu tersebut kepada mockingjay yang lain sampai seluruh mockingjay dalam komunitas tersebut tahu lagu tersebut. Burung mockingjay kabarnya sekeras batu dan mampu hidup dilingkungan apapun. Selain itu burung mockingjay adalah lambang pemberontakan. Penyebanya sepele, karena Capitol tidak mampu membunuh burung ini dan malah menciptakan spesies baru diluar kontrol mereka.


The Revolution

Keadaan kini semakin pelik. Seluruh Panem menginginkan revolusi. Katniss tidak tahu bahwa sudah ada rencana tersendiri untuk dirinya. Dan ia terlibat dalam pemberontakan terhadap Capitol. Distrik 13 yang kabarnya musnah rupanya berhasil bertahan hidup dan sekarang tinggal ratusan kilometer di bawah tanah. Presiden Coin sebagai pemimpin distrik 13 sekaligus bertindak sebagai pemimpin pemberontak. Distrik 12 dihancurkan oleh Capitol persis seperti distrik 13 dulu. Beberapa ratus orang yang berhasil diselamatkan dari distrik 12 dengan senang hati ditampung oleh distrik 13.

Sementara itu di berbagai distrik mulai terjadi pergerakan pemberontakan. Saling mengirimkan informasi ke distrik lainnya agar segera bangkit membentuk gerakan pemberontakan, menyusun kekuatan melawan Capitol. Sementara itu Capitol tidak tinggal diam. Mereka mulai menyerang distrik-distrik yang memberontak. Korban mulai jatuh berguguran. Katniss sangat dibutuhkan untuk menjadi simbol pemberontakan, The Mockingjay. Katniss masih belum sadar sepenuhnya bahwa ia memiliki pengaruh kuat terhadap orang lain. Yang jadi masalah, Katniss mengalami disorientasi mental. Peeta tidak berhasil diselamatkan dan sekarang di tahan oleh Capitol. Yang Katniss tahu, ia tidak mampu menjadi mockingjay tanpa Peeta.


The Character and The Blast Chit-Chatty

Pasti banyak orang yang gregetan dan nggak sabar nunggu lanjutan series Hunger Games. Nah, berhubung saya udah keki banget waktu kesulitan mencari Catching Fire, akhirnya saya putuskan sekalian beli buku ketiganya, Mockingjay, walau adanya baru english edition. Lah, habisnya di edisi Bahasa Indonesianya ditunda terus terbitnya, jadi jangan salahkan saya ya kalau saya motong antrian :P

Katniss dalam seri terakhir ini berkali-kali mengalami berbagai kejadian yang membuatnya sakit secara mental. Seringkali Katniss berkeliaran dengan gelang penanda mental-disoriented mencari sudut-sudut sepi yang sulit ditemukan untuk sekadar bersembunyi dari semua orang. Ia melamun dan ditemani mimpi buruk saat ia tertidur. Ia bahkan masih tidak sadar siapa sebenarnya yang paling dicintainya, Gale atau Peeta. Dalam seri terakhir ini Suzanne mampu menampakkan karakter yang secara sempurna sangat ‘tidak sempurna’. Berulang kali saya mengagumi Suzanne dalam menciptakan karakter keren yang nggak dangkal. Dengan POV orang pertama, karakter Katniss sangat dekat dihati. Dan entah bagaimana saya mengerti bahwa Katniss is damaged. All the Hunger Games’s Victors are damaged. They are all damaged even after the games was years had already past. And it can’t be fixed. Katniss masih belum tahu seberapa berpengaruh dirinya dan ia selalu terkejut tiap kali orang-orang rela mati demi dirinya. Katniss bahkan masih belum tahu siapa yang akan ia pilih jika hanya satu diantara Gale dan Peeta yang bisa ia selamatkan.

Tapi menurut saya perkembangan love-line dan perasaan Katniss disini kembali kabur dan sulit di tebak. Yah, logis sih. Secara di Catching Fire, Katniss terpaksa melepas Gale karena ia kali itu ia berniat main sampai mati. Jadi sepenuhnya ia memilih Peeta. Nah, dalam Mockingjay ini akhirnya Gale mendapat porsi lebih besar nih. Hanya saja, Suzanne Collins sampai akhir tetap nggak adil karena nggak ngasih banyak kesempatan buat Gale. Karakter si Gale ini makin kemari makin bikin ilfil ajah. Tapi untungnya karakter Peeta disini juga jadi ambigu sih. Jadi dengan cara yang aneh Suzanne berhasil ngasih kesempatan yang sama buat kedua karakter Gale dan Peeta untuk mulai dari awal lagi karena porsi mereka seimbang.

Sekali lagi saya menggigil merasakan tangan dingin Suzanne Collins yang tanpa ampun melibas karakter-karakter buku Mockingjay sampai tinggal daging dan tulangnya. Sebenarnya nggak aneh sih untuk novel macam gini yang biasanya makan korban jiwa. Tapi (saya tekankan) sekali lagi, baru sekali ini saya menemukan buku YA yang karakternya di tebas habis dengan kecepatan mengerikan—dan dalam jumlah banyak. Bikin saya sport jantung dan sakit hati karena karakter-karakter favorit saya dibunuh dengan sadis hingga akhir cerita. Walaupun saya tahu menceritakan ending itu melanggar kode etik, tapi sebisa mungkin saya akan bermain dengan kata-kata karena endingnya sangat menarik untuk diulas. Endingnya menyayat hati tapi saya tahu beginilah saya ingin kisah ini diakhiri.

My review of the Series's List:

Sabtu, 27 Agustus 2011

Catching Fire


Judul: Tersulut - Catching Fire
Penulis: Suzanne Collins

Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: GPU
Tahun: 2010
Hlm: 424
ISBN: 9789792259810


The Synopsis

Kemenangan Katniss di Hunger Games membuat Presiden Snow geram karena menurutnya Katniss telah menyulut api pemberontakan di beberapa distrik. Maka dari itu Presiden Snow mengancam Katniss untuk membuktikan bahwa ia dan Peeta saling mencintai dalam Tur Kemenangan—untuk meredakan semangat pemberontakan penduduk. Masalahnya, Peeta sedikit marah pada Katniss tepat saat mereka kembali ke distrik 12 setelah mereka memenangkan Hunger Games dan mereka saling menjauh. Dilain pihak, Katniss bingung dengan perasaannya terhadap Gale karena tampaknya Gale mulai menunjukkan ketertarikannya pada Katniss.

Sementara itu, Capitol memiliki agenda sendiri untuk Quartel Quell yang ketiga. Dalam upaya Presiden Snow membalas dendam, Katniss dan Peeta kembali bermain dalam Hunger Games. Mimpi buruk Katniss belum lagi hilang dan ia sudah harus mempertaruhkan hidupnya sekali lagi. Namun kali ini ia bertekad untuk melindungi Peeta karena ia berutang banyak pada anak lelaki itu. Sanggup kah Katniss membuktikannya pada Presiden Snow?


The Games

Quarter Quell merupakan versi Hunger Games yang dimuliakan untuk menyegarkan ingatan tentang mereka yang terbunuh akibat pemberontakan di distrik-distrik. Maka setiap dua puluh lima tahun sekali dirayakan Quarter Quell. Karena sifatnya yang istimewa, maka pesertanya di gandakan menjadi 48 peserta. Empat anak dari tiap distrik, masing-masing dua anak perempuan dan anak laki-laki. Namun, Presiden Snow yang ingin balas dendam terhadap Katniss dengan sengaja membuat Quarter Quell ini berbeda. Ia memutuskan untuk mengambil peserta dari para pemenang Hunger Games sebelumnya.


The Cute-mentary

The Hunger Games series yang terbit di Indonesia baru dua seri tapi susah sekali dicari. Oke, saya telat sih euforianya. Jadi mungkin memang sudah habis terbeli sementara penerbit belum sempat mencetaknya kembali. Saya keliling empat toko buku tanpa hasil dan stok di toko online langganan juga sedang kosong. Tapi alhamdulillah ya *terSyahrini* akhirnya dapat juga setelah berusaha sekali lagi. Mungkin penerbit akan mencetak ulang seri ini bersamaan dengan momen release filmnya ya supaya lebih heboh. Dan semoga buku ketiganya—yang sudah diundur berbulan-bulan—segera diterbitkan.

Setelah memukau saya dalam seri pertama, Catching Fire rupanya berhasil mematahkan stigma ‘sekuel selalu lebih buruk dari edisi pertama’. Kenyataannya, saya jauh lebih suka buku kedua The Hunger Games ini. Alurnya lebih cepat dan sangat seru. Karakternya lebih tereksplore dan mendalam. Permainannya pun jauh lebih variatif dan kreatif. Plotnya tersusun rapi. Saking rapinya, saya sampe ‘digantung’ karena novel ini berakhir di saat yang tidak tepat alias pas lagi seru-serunya. Macam sinetron yang disaat anak tiri mau dibunuh, eh, ceritanya bersambung..

Karakter Gale—Katniss’s second interest—disini masih porsinya sedikit walaupun secara prosentasi bisa dibilang dapat bagian lebih banyak dari buku sebelumnya. Menurut saya Gale lumayan berpotensi untuk menjadi karakter yang disukai apabila diberi lebih banyak kesempatan untuk ‘nampang’ karena pencitraan karakternya sudah lumayan kuat. Tapi tampaknya sejak awal Suzanne Collins memang lebih mendukung Team Peeta jadi disini hubungan Katniss dan Peeta lebih asoy-geboy-sumpah-sweet-abis. Walaupun saya heboh begitu, sebenarnya Katniss sendiri masih belum meyakinkan perasaannya walau dia sudah membuat pilihan.

Banyak karakter baru muncul disini. Diantaranya adalah para PemenangHunger Games sebelumnya yang punya peran penting dalam keseluruhan cerita dan tampaknya plot Suzanne Collins untuk buku selanjutnya. Dan yang saya suka dari tokoh ciptaan Suzanne, tiap tokoh punya kesan dan pencitraan yang kuat. Tapi sekali lagi Suzanne masih berdarah dingin karena korban jiwa dalam buku ini sama sekali nggak berkurang.

Sebenarnya banyak sekali yang bisa di review dari Catching Fire ini, cuma saya terlalu keki karena ceritanya tadi ‘bersambung’. Jadi saya takut keceplosan ‘spoiler’ dan nantinya malah merusak keseluruhan nikmat pembaca. *Hehe, kayak review saya penting aja*


My Review of the Series's List:
1. The Hunger Games
2. Catching Fire
3. Mockingjay


Rabu, 24 Agustus 2011

The Hunger Games

Judul: The Hunger Games
Penulis: Suzanne Collins
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: GPU
Tahun: 2009
Hlm: 408
ISBN: 9789792250756


The Synopsis

Katniss tinggal di Distrik 12. Distriknya merupakan wilayah termiskin di seluruh negara Panem dengan Capitol sebagai pusat kota yang dikelilingi 12 distrik. Negara ini memiliki acara televisi tahunan bernama The Hunger Games untuk menghibur seluruh negeri. Acara ini dirancang oleh Capitol sebagai bentuk hukuman karena distrik-distrik lain pernah memberontak terhadap Capitol. Hanya saja para pemainnya diambil dari masing-masing distrik—tanpa melibatkan Capitol. Setiap distrik harus mengirimkan seorang anak perempuan dan laki-laki. Kemudian dua puluh empat peserta tersebut harus bertarung—membunuh hingga tersisa satu pemenang yang bertahan hidup.

Katniss hanyalah remaja berusia 16 tahun yang sangat menyayangi adik perempuannya, Prim. Ketika nama Prim terpilih untuk mengikuti The Hunger Games, Katniss mengajukan diri untuk menggantikannya. Karena ia tahu, kecil sekali kemungkinan Prim yang rapuh untuk dapat bertahan hidup dalam permainan itu. Sudah bertahun-tahun Distrik 12 tempatnya tinggal tidak ada yang berhasil pulang menjadi pemenang. Tentu, pemenang disini artinya adalah satu-satunya anak yang berhasil bertahan hidup dengan membunuh peserta lainnya. Kalau itu resiko yang dihadapi Prim yang manis dan mungil, yang ikut menangis saat ia menangis, lebih baik Katniss saja yang menggantikannya. Lagipula sejak ayahnya meninggal, bisa dibilang Katnisslah yang menjaga dan melindungi keluarganya karena ibunya terkena depresi, tak sanggup melakukan apa-apa, bahkan untuk mengurus anak-anaknya sekalipun. Yang Katniss tak tahu, pertandingan kali ini akan menjadi pertarungan tak terlupakan bagi penduduk Panem.


The Games

Meskipun Suzanne Collins mengaku buku ini terinspirasi dari permainan Gladiator, tapi mau tidak mau saya merasa adanya banyak kemiripan antara The Hunger Games dengan film jepang berjudul Battle Royale yang dibintangi Tatsuya Fujiwara (dan menurut saya merupakan film paling keren sepanjang masa).

The Hunger Games ini dirancang dengan tujuan untuk menghukum distrik-distrik yang pernah memberontak terhadap Capitol. Sehingga mereka meminta tumbal dua anak-anak (laki-laki dan perempuan) dari tiap distrik untuk menjadi peserta. Secara spesifik, anak berusia 12 tahun hingga 18 tahun maksimal. Tiap tahun masing-masing anak wajib memasukkan nama mereka untuk kemudian di undi. Namun jika kau miskin dan kelaparan, seperti Katniss, bisa memasukkan namanya lebih banyak untuk ditukar dengan tessera (tessera bisa ditukar dengan setahun gandum dan minyak). Dalam permainan ini, para peserta dipaksa untuk saling membunuh, karena pilihannya hanya tinggal dibunuh atau membunuh. Hingga tersisa satu orang yang bertahan hidup saja sebagai pemenangnya.

Dalam Hunger Games, tiap tahun disediakan arena pertarungan yang berbeda. Dirancang sedemikian rupa oleh para juri untuk memberikan tantangan dan tontonan menarik baik untuk peserta maupun para penonton. Tentunya dengan teknologi canggih yang bisa diatur dari ruang kontrol. Seperti suhu udara, cuaca, siang dan malam, misalnya. Jika suasana terlalu tenang, dalam arti para peserta memilih untuk saling sembunyi, maka Juri dapat memaksa mereka keluar dari persembunyian—dengan menciptakan kebakaran, badai, hujan buatan—sehingga peserta tadi keluar dari zona nyamannya dan digiring untuk lari menuju peserta lain agar saling bunuh. Tentu, para peserta juga bisa bersekutu untuk membunuh peserta lain yang lebih lemah. Dan nantinya setelah hanya mereka yang tersisa, mereka bisa saling tusuk dari belakang hingga tinggal satu pemenang.

Plot cerita film Battle Royale, memiliki ide cerita berbeda namun dengan inti permainan yang sama. Dimana disuatu masa, keadaan ekonomi negara Jepang sangat kacau, anak-anak muda di Jepang sudah kehilangan rasa hormat pada generasi tua dan bisa dibilang sudah lepas kontrol. Pemerintah menyetujui reality show dimana mereka secara acak memilih satu kelas untuk menjadi peserta dalam Battle Royale. Sehingga satu kelas siswa-siswi kelas 9 sebanyak 42 orang diculik lalu diasingkan ke sebuah lokasi terpencil. Disana mereka di beri ransel-ransel secara acak yang berisi persediaan logistik sekaligus senjata dan satu kalung  yang akan meledak jika peserta melanggar peraturan. Kemudian mereka dipaksa harus saling membunuh dalam kurun waktu tiga hari hingga tersisa satu orang pemenang... atau mereka semua mati. Tentu saja segala kegiatan mereka akan direkam dan disiarkan dalam acara TV nasional. Kemudian sekelompok murid mulai bersekutu untuk menghindari permainan brutal tersebut dan mencari cara untuk bisa keluar dari pulau terpencil itu tanpa harus saling membunuh.

Sounds familiar, kan?


The Thrill

Meskipun The Hunger Games dimasukkan dalam kategori Children’s Books oleh Scholastic namun menurut saya buku ini terlalu sadis bahkan untuk kategori YA sekalipun. Jenis sadis tanpa sensor. Seperti pembunuhan dengan darah muncrat, daging terkelupas, leher tergorok, jantung tertombak, dsb. Tipikal buku dystopian kategori anak atau YA biasanya selalu punya teman hero/heroine yang lovable, dan karena pembaca menyukai mereka, maka pengarang memastikan teman hero/heroine ini tak bisa mati. Tapi jangan berharap banyak jika kamu membaca buku ini karena kisah ini jauh dari happy ending. Dan menilik betapa dinginnya Suzanne Collins dalam membunuhi karakter-karakter di dalamnya—bahkan karakter pembantu dominan yang lovable sekalipun—bisa dibilang buku ini terlalu ‘kelam’ karena nasib para karakternya berakhir tragis. Namun justru karena pengarangnya ‘tega’ dan ‘sadis’ buku ini worth it. Jenis buku yang bikin kita salah tebak dan terus terkejut sampai halaman terakhir. Harap-harap cemas dan bikin kita nggak bisa berhenti baca.


The Future

Sangat tidak jelas setting cerita ini di tahun ke berapa. Kecuali fakta bahwa Amerika Utara sudah musnah dan sekarang berdiri negara Panem, dengan Capitol sebagai pusat kota dan 12 distrik tersebar mengelilinginya. Juga tidak dijelaskan negara tetangga dari Panem itu sendiri, yang menurut saya mendukung cerita karena informasi antar distrik sendiri dibatasi dan sangat di kontrol oleh Capitol. Sehingga tiap distrik terisolasi satu sama lain. Namun pertanyaan alasan musnahnya Amerika Utara tidak terjawab hingga akhir.

Dalam negeri masa depan buatan Suzanne Collins ini perpaduan antara negera dunia ketiga dengan kecanggihan teknologi yang bertolak belakang. Dimana di distrik 12 sendiri seolah kembali ke zaman prehistorical dimana orang dewasa yang sudah cukup umur harus bekerja di tambang batu bara. Tidak ada kendaraan di distrik 12 kecuali kereta api yang membawa orang-orang dan hasil tambang ke Capitol. Untuk ke Capitol sendiri, penduduk Distrik 12 tidak bisa seenaknya pulang pergi kesana karena mereka harus mendapat undangan khusus dari Capitol terlebih dahulu. Lokasi distrik 12 juga dibatasi oleh pagar listrik. Mereka yang tertangkap basah berada di luar batas pagar akan dibunuh. Tentu Katniss yang pandai memanah bisa berburu (karena banyak sekali orang yang mati kelaparan di distrik 12) setiap hari menyusup keluar pagar untuk berburu tupai, anjing liar atau daging apapun yang bisa ia jual ke Hob (pasar gelap). Ia ahli memanah, memasang perangkap buruan dan memanjat pohon tinggi dengan badannya yang kecil dan ringan.

Disisi lain, di Capitol, teknologi sudah berkembang sedemikian canggihnya. Dengan kamar mandi yang punya ratusan tombol pilihan shower (untuk sabun dengan berbagai aroma, semprotan keras-lembut dalam berbagai suhu), dan banyaknya praktek operasi plastik yang membuat penduduk Capitol awet muda atau berpenampilan nyentrik (dengan merombak wajah agar memiliki kumis kucing, misalnya). Tentu saja, arena Hunger Games sendiri yang dirancang selama bertahun-tahun dengan teknologi tinggi untuk menciptakan lokasi senyata mungkin dengan alam namun tetap dapat di atur dari ruang kontrol para juri.

Adanya mutt—mutan yang tentunya akrab ditelinga pecinta sci-fi dan sudah sangat sering berseliweran dalam film X-Men. Namun Mutt disini digambarkan sebagai monster yang buas dan haus darah yang dikendalikan oleh para ilmuwan Capitol.


The Character

Katniss, sebagai tokoh utama, adalah gadis yang dikhianati orang tuanya, sehingga ia terpaksa berperan sebagai tulang punggung keluarga yang selalu melindungi Adik dan Ibunya. Ia gadis yang mandiri, keras hati, dan sangat tertutup—jika tidak bisa dibilang agak kejam. Namun ia luluh dalam kerapuhan, seperti Prim (adiknya) dan Rue (peserta Hunger Games yang bertubuh mungil, rapuh, dan sangat mirip Prim). Ia bisa melakukan apa saja untuk bertahan hidup dalam Hunger Games. Termasuk berpura-pura mencintai Peeta selama Hunger Games berlangsung agar penonton menyukai mereka dan mau menjadi sponsor mereka. Sponsor disini nantinya akan mengeluarkan uang untuk memberikan bantuan kepada mereka di arena (obat-obatan, makanan, senjata dll).

Peeta, sebagai salah satu peserta laki-laki dari distrik 12 memiliki karakter menyenangkan, lucu, dan selalu tahu harus berkata apa. Peeta adalah kebalikan dari Katniss yang dingin. Jika Katniss pandai berburu, maka Peeta suka sekali menghias kue. Semua orang menyukai Peeta. Dan ketika Peeta menyatakan cintanya pada Katniss dalam wawancara Hunger Games, Katniss tahu seluruh hati Panem bersimpati pada kisah cinta mereka—pasangan yang tak mungkin bisa bersatu. Jadi sebisa mungkin Katniss berperan menjadi kekasih yang baik. Dan Peeta mau melakukan apapun untuk melindungi Katniss agar tidak terbunuh dalam The Hunger Games.

Haymitch, salah satu pemenang Hunger Games yang sekarang jadi orang tak berguna, selalu mabuk dan tak sadarkan diri. Namun Haymitch satu-satunya mentor yang bisa mereka andalkan untuk bertahan hidup dalam permainan ini. Menjaga mereka dari luar arena dengan cara mencari sponsor untuk mereka berdua.

Dst.. yang menurut saya karakternya dominan namun dikorbankan dengan semena-mena. Lebih baik tidak perlu saya ulas disini karena mereka jauh lebih lovable kalau anda membacanya sendiri.


The Bitter Part

Berawal dari review Natha yang oke banget tentang buku ini dan banyaknya hashtag di twitter yang mengelu-elukan novel ini sebagai #bacaanwiken paling recommended mau nggak mau saya jadi penasaran. Nah, setelah melalu perjuangan keliling Madiun, akhirnya saya menemukan novel ini. Tinggal satu pula stoknya. Plastiknya sobek bagian atas cover halaman bukunya. Kotor bgt karena stoknya tinggal satu edisi tersisa. Dan bindingnya jelek karena halaman tengahnya lepas. Geez. Tapi eh tapi nggak boleh komplen, karena ini cuma satu-satunya buku yang bisa saya temukan.

Dan setelah baca, ternyata...

Exhilarating! Haha. Perpaduan action, adventure, romance, sci-fi, fantasy dan thrill yang sangat mengasyikkan. Dengan POV orang pertama—Katniss yang dingin dan pragmatis terasa menenangkan. Karena kita sudah biasa disuguhi heroine yang biasanya lovable dan sensitif.

Yang menyenangkan dari karakter-karakter Suzanne adalah adanya pertukaran pengkategorian gender. Dimana heroine kita, Katniss, sebagai anak perempuan, lebih maskulin (pandai berburu, memastikan keluarganya mendapat makan dan secara karakter, sangat dingin dan susah didekati) namun tetap sensitif (melindungi dan mengayomi Rue). Disisi lain, Peeta sebagai hero-nya, anak bungsu pemilik toko roti yang selalu kenyang tiap malam dan runner-up dalam pertandingan gulat (pemenang pertamanya, kakak lelakinya) namun perasa, pandai bicara, sangat memahami Katniss dan suka sekali menghias kue.

Love-line dalam cerita ini unik. Karena nggak ada kisah cinta menye-menye yang tipikal. Justru Suzanne meramu romance yang sedikit rumit yang penuh prasangka dan penyangkalan. Karena tokoh utama kita disini dingin dan susah membuka hati. Peeta yang mengaku menyukai Katniss selalu hangat dan sangat melindungi Katniss. Sampai Katniss sendiri tidak yakin akan perasaannya terhadap Peeta karena karakter pragmatisnya hanya menyisakan insting bertahan hidup. Ia meragukan kebaikan-kebaikan Peeta yang menurut saya sangat logis karena Hunger Games hanya menyisakan satu pemenang. Jadi Katnis selalu menyiapkan hati jika suatu saat ia terpaksa membunuh Peeta.

Kemudian, ditengah tekanan perburuan nyawa para peserta, Suzanne sukses memasukkan sisi humanis di setiap karakternya. Dimana Katniss dan Peeta serta beberapa karakter lainnya tidak mau kehilangan jati diri mereka sendiri sebagai manusia dalam permainan tersebut sementara disisi lain, peserta lainnya terlalu larut dalam memenangkan pertarungan itu—membunuh dianggap sebagai suatu kebanggaan, dst. Bahkan berkali-kali terjadi pertentangan batin dalam diri Katniss atas keputusannya membunuh.

Dari kedalaman pikiran Katniss, dapat kita rasakan adanya tekanan berat yang membuat Katniss stres, delusional dan hampir depresi sehingga Suzanne sukses membuat mengaduk emosi. Tentunya tetap dalam kadar ringan karena bagaimana pun ini buku untuk Young Adults—meskipun kesadisannya cukup bikin miris. Namun disinilah poin plus buku ini, sisi humanis dan realitisnya yang membuat buku ini menarik. Dan romance yang dieskplore dari sudut lain menurut saya original sekali.  

Kabarnya tahun depan film The Hunger Games akan segera release dengan Jennifer Lawrence (yang sempat main juga di X-Men: First Class) sebagai Katniss dan Josh Hutcherson (child actor, prodigy for fantasy and action movie) sebagai Peeta.  Dengan berat hati saya beri nilai 4 bintang saja, karena satu alasan pasti bahwa buku ini terlalu nikmat untuk diakhiri dan bahwa saya terlalu sakit hati karena ternyata buku ini masih berseri. Ouch!


My review of the Series's List:
1. The Hunger Games
2. Catching Fire
3. Mockingjay

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...