Sabtu, 11 April 2015

Finally You

Judul: Finally You
Penulis: Dian Mariani
Penyunting: Herlina P. Dewi
Penerbit: Stiletto Book
Hlm: 277
Tahun: 30 Juni 2014
ISBN: 9786027572287
Rating: 3.5/5
Sinopsis:
FINALLY YOU:   
Luisa dan Raka, dipersatukan oleh luka. Luisa yang patah hati setelah ditinggal Hans, memilih menghabiskan waktunya di kantor sampai malam. Bekerja tak kenal lelah. Siapa sangka, ternyata bos di kantornya juga baru putus cinta. Mereka sama-sama mencari pelarian. Mengisi waktu-waktu lengang selepas jam lembur dengan menyusuri jalan-jalan padat ibu kota. Berdua. Membagi luka dan kecewa.

Antara bertahan pada kenangan, atau membiarkan waktu yang menyembuhkan. Baik Luisa ataupun Raka membiarkan hubungan mereka berjalan apa adanya. Hubungan yang dewasa tanpa ungkapan cinta. Mungkin rasa aman dan nyaman bersama kenangan, membuat Luisa dan Raka malas menyesap rasa baru dalam hubungan mereka.

Namun, bagaimana jika seiring berjalannya waktu, Raka mulai benar-benar jatuh cinta ketika Luisa justru sedang berpikir untuk kembali kepada Hans? Ternyata bukan tentang waktu. Bukan juga tentang masa lalu. Ini tentang menemukan orang yang paling tepat untuk hidupmu.


Luisa dan Raka menjadi dekat karena sama-sama sedang patah hati. Berawal dari pertemuan-pertemuan kecil, makan malam bersama, dan curhat colongan, mereka bersama-sama melewati masa putus cinta dan susah move on. Sampai akhirnya perasaan nyaman tumbuh, rasa dimengerti, dan tentunya rasa lain yang mulai menguak ke permukaan, iya rasa suka.

Luisa putus karena diselingkuhi. Anehnya ia tetap tidak bisa merasakan benci terhadap Hans, mantannya. Ia hanya, susah move on. Menurut saya, Luisa ini tidak benar-benar bisa move on karena ia merasa hubungannya dengan Hans baik-baik saja, tidak ada masalah. Lalu, tiba-tiba saja Hans minta putus karena lebih memilih selingkuhannya. Masih banyak pertanyaan yang tak terjawab, Luisa belum selesai dengan Hans.

Raka, punya masa lalu yang lebih rumit lagi. Ia masih mencintai mantannya, cinta mati. Saking cintanya, ia tetap menerima Siska yang selalu datang menemuinya walaupun Siska sudah punya kekasih lain. Bagai kerbau dicocok hidungnya, ia masih tergila-gila pada perempuan itu. Ini lebih susah lagi, karena Raka sendiri seolah tidak mau move on, makanya ia sukses terjebak di masa lalu.

Untuk buku setebal 277 halaman dan font yang lumayan kecil, buku ini cukup memuaskan dan mengangkat banyak sekali berbagai relationship. Ruwet kalau saya bilang. Tapi hebatnya, Dian Mariani sukses menuliskannya dengan baik. Isu selingkuh, isu susah move on, isu masih terjebak dalam masa lalu, isu emotional and relationship baggage, isu membuka lembaran baru, fiuuuh. Rame rasanya.

Namun, pesan moralnya jelas, yaitu berdamai dengan masa lalu demi masa depan.

Masa lalu nggak penting. Kalaupun penting, nggak sepenting kamu. Kamu lebih penting dari masa lalu kamu.

Luisa terlihat rewel dan menyebalkan sekali, masa sesempit itu hati dan pikirannya hingga tidak mau melihat kelebihan lain hanya gara-gara masa lalu. Hanya gara-gara masa lalu? Mungkin pernyataan tersebut terlalu menggampangkan masalah ya. Namun, jika dihadapkan pada masalah yang sama, saya yakin saya juga akan bersikap sama seperti Luisa. Saya nggak bisa membayangkan Raka saya punya masa lalu seperti itu dan berharap saya bisa menerima dia apa adanya tanpa mengingat apa saja yang pernah ia lakukan di masa lalu. Hati saya tidak sebesar itu.

Mungkin itu yang ingin ditunjukkan Dian Mariani, bahwa semua orang punya kesempatan kedua. Bahwa semua orang punya masa lalu. Tergantung apakah kita mau menerima kekurangan dan masa lalu mereka. Menerima mereka apa adanya, mereka yang sekarang telah berubah, mereka yang menjadi dirinya sekarang karena masa lalu yang telah membentuk mereka. Apakah kita sesuci itu, memangnya kita sendiri tidak punya masa lalu? Apakah kita sudah berdamai dengan diri sendiri? Sudah berhasil menerima diri sendiri dan nyaman dengan kulit sendiri?

That's a big question. Saya percaya, jika kita tidak siap, kita tidak akan pernah masuk dalam relationship yang tepat, hasilnya adalah catasthrope. Saya juga mendengar, jika kita sudah 'selesai' dengan diri sendiri, barulah jalan menuju relationship itu akan terbuka. Semuanya di waktu dan dengan orang yang tepat.

Untuk Luisa dan Raka, mereka sudah saling bertemu, namun butuh waktu dan proses untuk menyadari bahwa mereka telah dipertemukan oleh serangkaian kesalahan-kesalahan sebelum akhirnya mendapati mereka 'tepat' untuk satu sama lain.

It was a nice read, really. Meskipun belum cukup membuat saya terbawa suasana dan perasaan seperti novel bagus lainnya, tapi ceritanya cukup matang. Ditulis dengan sangat baik, logikanya tepat, dan isu yang diangkat pun tidak murahan. Overall, bagus, meskipun ada beberapa typo tapi tidak kentara. Hanya saja sangat disayangkan covernya jelek sekali, seperti editan photoshop sekenanya. Padahal novelnya bagus, jauh lebih bagus dari metropop yang akhir-akhir ini terasa dangkal dan kacangan.


***
Novel ini saya baca dalam rangka Lucky No. 15 Reading Challenge, kategori Something NEW


Something New: Just purchased a book lately? Don’t let it buried in your stacks, read it now!

Kamis, 09 April 2015

Just One Night

Judul: Just One Night (Just One Day #2.5)
Penulis: Gayle Forman
Penerbit: Dutton Books
Hlm: 40
Tahun: May 29th, 2014
Rating: 3.5/5
Format: ebook
Sinopsis:
Just One Night:   
After spending one life-changing day in Paris with laid-back Dutch actor Willem De Ruiter, sheltered American good girl Allyson “Lulu” Healey discovered her new lover had disappeared without a trace. Just One Day followed Allyson’s quest to reunite with Willem; Just One Year chronicled the pair’s year apart from Willem’s perspective. Now, back together at last, this delectable e-novella reveals the couple’s final chapter.


Jika kalian sudah membaca Just One Day dan Just One Year, pasti tahu dong kalau Gayle Forman menang sengaja tidak menceritakan kelanjutan kisah mereka setelah bertemu. Masing-masing buku tersebut menceritakan apa yang terjadi selama proses pencarian cinta sejati, yang ternyata juga menjadi perjalanan mencari jati diri.

Bagi kalian yang penasaran setengah mati karena cliffhanger ending, dimana mereka akhirnya berjumpa kembali, tapi.. that's it. Cerita selesai. Nah, Just One Night akhirnya mengupas tuntas apa yang terjadi setelah mereka saling menemukan. Untuk itu, saya beri rating 3,5 simply because finally rasa penasaran saya terbayar.

Novelet ini hanya berjumlah 40 halaman. Ceritanya dimulai tepat setelah novel Just One Day berakhir, ketika Allyson/Lucy mengetuk pintu kamar Willem. Untuk pertama kalinya setelah satu tahun saling mencari, mereka berjumpa kembali. Sepanjang membaca Just One Day dan Just One Year saya membayangkan, apa yang akan terjadi setelah mereka bertemu? Apakah hubungan mereka berlanjut, atau selesai begitu saja setelah saling mengungkapkan rasa?

I can't talk much, nanti malah spoiler. Pokoknya, saya puas. Akhirnyaaaaa... lega. Hahaha, itulah kenapa saya selalu butuh disclosure dan benci banget sama cerita yang menggantung. Untungnya juga, saya  mulai membaca Just One Day series setelah semua bukunya terbit (termasuk companion ini). Jadi saya tidak perlu melewati fase gregetan dalam penantian.

Yang lebih membuat saya bersyukur lagi, Gayle Forman menulis companion ini sesuai dengan ekspektasi saya terhadap masa depan Allyson dan Willem. Banyak kebetulan, takdir, dan benang merah yang terjalin dan terungkap dalam buku ini. Yah, walaupun sudah ketahuan sih kalau memang baca bukunya sejak awal. Namun dalam buku ini, Gayle Forman merangkum semuanya sehingga terikat manis jadi satu.


My review for this series:
#1 Just One Day
#2 Just One Year
#2.5 Just One Night

Selasa, 07 April 2015

As Seen On TV

Judul: As Seen On TV
Penulis: Christian Simamora
Penyunting: Alit Palupi
Penerbit: Twigora
Hlm: 484
Tahun: 2014
ISBN: 9786027036215
Pinjam: Mas Tezar @ Tezar Membaca (thank you yaaa ^^)
Rating: 4/5
Sinopsis: 
ASOT:   
AKU INGIN JADI ORANG YANG KAMU INGAT SAAT GEMBIRA,
BUKAN YANG KAMU HUBUNGI SAAT SEDANG KESEPIAN SAJA.

Dear pembaca,

Jujur saja, sekali ini, aku benar-benar bingung harus mulai bercerita dari mana dulu tentang novel ini. Apakah harus kumulai dari pengakuan pribadiku bahwa novel ini yang paling melibatkanku secara emosional dibanding karya-karya sebelumnya? Ataukah tentang ide dasar ceritanya yang merupakan ketakutan terbesarku?

Mungkin kamu familier dengan alur cerita novel ketiga belasku ini. Bisa jadi, aku malah mengingatkanmu pada seseorang di masa lalu atau malah yang kau kenal sampai sekarang. Kukatakan padamu, novel ini memang tentang dia. Tentang seseorang yang setengah mati ingin kamu benci—karena mungkin hanya dengan begitu kamu bisa berhenti peduli. Tentang dia yang teramat berarti sekaligus yang sering membuatmu menangis seorang diri.

Jadi, apa keputusanmu? Apakah kamu siap berbagi tawa dan luka bersamaku sekarang? Aku tidak akan menjanjikan apa-apa lagi padamu... selain bahagia menanti di halaman akhir novel ini.

Selamat jatuh cinta.

Javier Bungsu Vimana, cowok brengsek yang punya hobi bobok enak sama siapapun yang berjenis kelamin perempuan. Iya, sama siapapun kecuali, Kendra. Siapa Kendra? Dia ini sahabat Javi sejak masih kecil. Oiya, dan dia cewek. Oh, in case you don't know yet, she's also in love with her bestfriend.

Jadi menurut lo, gue segitu nggak menariknya sampe cowok--yang terkenal nggak pilih-pilih cewek buat ditiduri--kayak lo pun nggak akan horny sama sekali?"

Javi menelan ludah, "Oh, crap!"
Alasan kenapa As Seen On TV (ASOT) yang menjadi judul novel ini sebenarnya agak lucu. Masih ingat Sarah di All You Can Eat? Kalau masih ingat, well, pasti ingat juga dong sama si Jandro Vimana. Iya, si Jandro itu masih sepupuan sama Javi. Dan iya, ASOT sama AYCE ini masih ada relevansinya, tapi dikit. Oke, back to topic, si Sarah ini kan scriptwriter, nah dia yang nulis naskah sinetron yang amat sangat booming berjudul "Siang Jadi Kenangan, Malam Jadi Impian" (SJKMJI) which is menurut Kang Opan @ Kandang Baca, SJKMJI adalah potongan lirik yang sering banget dinyanyikan di sekolah minggu, buset dah.. hahaha ada-ada aja. Memang sih menurutku judul-judul yang dibuat CS ini agak-agak ke-FTV-an sekali. Nah, sinet SJKMJI ini ceritanya diambil dari kisah nyata. Kisahnya siapa? Ya siapa lagi kalau bukan Kendra dan Javi. That's why judulnya jadi ASOT (bleh, panjang bener deh jelasinnya).
Membaca ASOT. saya serasa dibawa flashback ke kisah Jo & Emi dalam Pillow Talk. Bedanya, di Pillow Talk, yang player justru Emi yang notabene seorang cewek. Yah, begitulah nasib cinta bertepuk sebelah tangan, apalagi jenis silent love macam Kendra ini. As good as it goes, Emi akhirnya punya pacar yang beneran perfect lah. Cukup perfect sampai Javi kelabakan dan merasa terancam karena sahabatnya diambil orang. Yah, tahu sendiri lah seklise apa cerita ini akan berkembang.

Untuk karakterisasi, saya suka dengan bagaimana CS menggambarkan Emi yang cukup logis dalam mengambil keputusan walaupun kelogisannya hanya sampai pada tindakan tertentu, ketika hati mengambil alih, ia tetap terpeleset juga ke jurang yang sama. Ah, sebelum lupa, buku ini penuh dengan penggambaran eksplisit untuk Adult 21+ only. Yang masih kecil, please cari buku lain yang lebih bermutu saja ya. Tak usah kau tiru kakak-kakak yang udah gede ini.

Sedangkan karakter Javi yang sumpah brengsek abis, nggak ada bagus-bagusnya diantara karakter Jboyfriend lainnya, pada akhirnya mengalami perkembangan karakter yang cukup signifikan dan membuat saya salut. Justru dibanding tokoh J lainnya, si Javi ini yang paling keliatan banget perubahannya. He's actually becomes my favorite. Nope, I'm not usually fall for bad boy type, but I fell for Javi when he has changed to be good boy (I still hate what-he-used-to-be-like).

Plotnya pun menyenangkan dan suasana yang CS bangun sangat terasa. Mungkin karena waktu baca buku ini saya sedang emosional sampai akhirnya saya bisa relate dan terbawa sekali dengan perasaan Emi (juga Javi). When she felt pain, I felt pain. She felt remorse, I felt it too. Huhu, jadi baper. Menurut saya, penulis yang sukses membawa pembacanya ikut merasakan apa yang ia tulis adalah penulis yang luar biasa. Untuk saya, baru kali ini karya CS yang sukses membuat saya baperan. It was great.

Ketika saya membaca review dari teman-teman yang sudah lebih dulu membaca buku ini, saya jadi agak skeptis. Pasalnya, saya sendiri sudah merasa kecewa dengan kemonotonan tema karya CS akhir-akhir ini (tapi ya nggak kapok baca buku-buku terbarunya dia) dan hal tersebut cukup menurunkan ekspektasi saya. Rupanya, rendahnya ekspektasi itu malah membuat saya suka banget sama buku ini. It's not as bad as I thought before. Malah, lumayan bagus kalau dibandingkan, Guilty Pleasure bukunya CS terakhir yang saya baca. Begitulah, expectation kills. I gave 4 stars for ASOT. Hopefully you can enjoy it as well.

***
Novel ini saya baca dalam rangka Lucky No. 15 Reading Challenge, kategori Something Borrowed. Thank you Mas Tezar @ Tezar Membaca atas pinjaman bukunya :)


Something Borrowed: Read a book that you borrowed from someone else. Don’t make the owner waiting forever for you to finish it. (Books borrowed from friends, libraries, or even rental places, are allowed)

Sabtu, 04 April 2015

Just One Year

Judul: Just One Year (Just One Day #2)
Penulis: Gayle Forman
Penerbit: Dutton Books
Hlm: 352
Tahun: 2013
Rating: 3/5
Format: ebook
Sinopsis:
JUST ONE YEAR:   
Just One Year (Just One Day, #2) Read From the author of the international bestseller, IF I STAY, now a major film starring Chloe Grace Moretz.

Twenty-four hours can change your life . . .

Allyson and Willem share one magical day together in Paris, before chance rips them apart.

The romantic, emotional companion to Just One Day, this is a story of the choices we make and the accidents life throws at us.

But is one day enough to find your fate?

Perfect for fans of John Green and David Levithan.


“It was just one day and it's been just one year. But maybe one day is enough. Maybe one hour is enough. Maybe time has nothing at all to do with it".

Segera setelah membaca Just One Day, saya langsung melanjutkan ke buku keduanya, Just One Year. Kalau kalian membaca review saya terkait buku pertamanya, pasti ngerti deh kenapa saya semangat banget membaca buku Just One Year. Karena saya tak sabar membaca kisah lanjutan Allyson dan Willem.

Saya sangat paham dengan gaya bercerita Gayle Forman, dengan alur sedang, kekayaan diksi, pandainya membangun suasana, pengenalan dan pendewasaan karakternya membutuhkan proses yang tidak sebentar. Saya pun bersabar karena Gayle Forman sengaja mengajak pembaca ikut berpetualang besama Willem terlebih dahulu sebelum saya bisa membaca kisah lanjutan mereka berdua. 

Kesabaran saya tidak sia-sia, bersama Willem saya diajak berkeliling dunia. Tidak seperti Just One Day, dengan Allyson kita hanya menjejakkan kaki di Paris dan kemudian Amerika. Willem seorang nomad, dia pergi karena ingin menghindari apapun itu hal yang tak berani ia hadapi, ia pergi kemanapun kakinya melangkah. Dari Perancis (Paris, Deauville), ke Belanda (Amsterdam, Utrecht), hingga ke India (Mumbai, Jaisalmer), lalu ke Mexico (Valladolid, Merida, Cancun, Mexico). 

Wow. Deskripsi yang kayak detail dan citarasa membuat saya ingin sekali menjejakkan kaki di negara-negara tersebut. Terutama Belanda. Saya bisa membayangkan kota yang rapi, bersih, dan indah. Sangat nyaman untuk ditinggali karena penduduknya ramah, disiplin, dan sangat taat peraturan. Kemana-mana bisa sepedahan tanpa takut keserempet truk, kan asyik. Belum lagi iklimnya yang nyaman, sangat berbeda jauh dari Indonesia yang bisa bikin pingsan karena polusi dan panasnya cuaca. Hahaha. Okay, rumput tetangga memang selalu lebih hijau.

Mirip seperti Allyson yang sedang melakukan pencarian jati diri, dalam perjalanannya keliling dunia, Willem pun mencari jawaban atas keputusan-keputusan yang diambilnya selama ini. Ia butuh setahun untuk menemukan jawaban atas kegalauan hidupnya beberapa tahun belakangan. Saya salut sekali bagaimana Gayle Forman dengan piawainya mengupas lembar demi lembar, all about Willem, inside-out; his fear, pain, avoidance, and rejection.

“Accidents. It's all about the accidents.”

Willem punya teori sendiri mengenai apapun yang pernah terjadi dalam hidupnya. Bahkan ia merasa pertemuannya dengan Lucy (Allyson) juga salah satu dari 'kecelakaan' itu sendiri. Benarkah? Dia salah, rupanya pertemuannya dengan Allyson hanyalah puncak gunung es. 

Jika sudah pernah membaca Just One Day, pasti kalian masih bertanya-tanya, Mengapa Willem pergi? Apa yang saat itu terjadi padanya? Apakah Willem kembali untuk mencarinya dan mendapati bahwa Allyson sudah pulang?

Jangan khawatir, semua terjawab disini. Bahkan ada beberapa momen yang saling tumpang tindih dimana Willem dan Allyson nyaris bertemu, tapi uh, sepertinya takdir masih belum ingin mereka bertemu saat itu. Like, they're not ready yet, so universe unwilling to uncover the secret.

“Sometimes fate or life or whatever you want to call it, leaves a door a little open and you walk through it. But sometimes it locks the door and you have to find the key, or pick the lock, or knock the damn thing down. And sometimes, it doesn't even show you the door, and you have to build it yourself. But if you keep waiting for the doors to be opened for you... I think you'll have a hard time finding single happiness, let alone that double portion.”

Pembaca diajak menyelami pemikiran Willem, bagaimana Willem memandang dan menilai dirinya sendiri, juga diperkenalkan dengan teman-temannya, kisah hidupnya, keluarga dan kerabat dekatnya serta orang-orang yang bertemu dengannya selama ia berkeliling dunia. 

“Nothing happens without intention, Willem. Nothing. This theory of yours - life is rules by accidents - isn't that just one huge excuse for passivity?”

Melalui interaksi Willem dengan mereka, ia mendapatkan banyak pelajaran berharga dan terutama ia menjadi lebih mengenal dirinya sendiri. Pada akhirnya, ia juga mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya. 


Pernah nggak mendengar ide bahwa satu orang dapat mengubah segalanya dan memporak-porandakan struktur, sistem, pemikiran, keyakinan, dan bahkan -ehem- perasaan (hati), yang selama ini kita percayai menjadi berbalik hingga 360 derajat? Like, he/she makes your world upside down. Ide cerita Just One Year ini seperti itu. Dalam kasus ini, kehadiran Lucy sangat mempengaruhi dunia Willem.

Well, Gayle Forman dengan sukses meracik semua elemen terbaik yang ia miliki dan menghasilkan satu buku luar biasa menurut saya. Semua elemen coming of age ada disini, romance, adventure, young-adult life (18+), a journey around the world, bahkan the journey about finding yourself and what you want. Selain itu, ia menambahkan elemen filosofis, banyak sekali momen-momen dan pertanyaan filosofis yang saya temukan. 

It's a great read dan sangat bagus untuk dijadikan perenungan. Sayangnya, endingnya masih cliffhanger. Hahahaha... damn! Tapi mungkin memang itulah tujuan Gayle Forman. Sejak awal ia ingin menceritakan penemuan jati diri kedua tokoh, Allyson dan Willem, bukan bagaimana akhir maupun kelanjutan kisah mereka. Because what really matter is, the story about yourself (Willem & Allyson). In the end, it's not about who you find. It's about what you find about yourself.

***
Novel ini saya baca dalam rangka Lucky No. 15 Reading Challenge, kategori Dream Destination. Buku ini menceritakan lokasi-lokasi yang selalu ingin saya kunjungi kelak (kalau punya duit dan kesempatan) seperti India, Belanda, dan Perancis!


Dream Destination: Read a book that has setting in a place you’ve never visited before – but would like to if you have a chance. Could be real places or even fictional!


My review for this series:
#1 Just One Day
#2 Just One Year
#2.5 Just One Night

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...