Minggu, 28 Agustus 2011

Mockingjay

Judul: Mockingjay
Penulis: Suzanne Collins

Penerbit: Scholastic
Tahun: 2010
Hlm: 455
ISBN: 9781407109374

 
The Synopsis

Revolusi akan segera terjadi. Tindakan Katniss yang memicu pemberontakan di berbagai distrik—meskipun tidak sengaja. Namun ia harus membayar mahal untuk itu. Rupanya sudah ada pergerakan pemberontakan yang menunggu puncaknya. Dan Katniss yang tak tahu apa-apa diselamatkan para pemberontak dari arena Hunger Games untuk menjadi simbol pemberontakan. Because she’s the mockingjay and people paying attention to her.

Hanya saja Katniss kehilangan Peeta. Ia masih mengalami mimpi buruk akibat Hunger Games pertama. Kali ini ia semakin depresi karena kehilangan Peeta dalam Quarter Quell. Yang membuatnya tertekan adalah ia tidak tahu apakah Peeta masih hidup atau sudah mati di tangan Capitol. Sementara itu, Presiden Coin, presiden distrik 13 yang rupanya selama ini bersembunyi di bawah tanah, ingin Katniss menjalani perannya sebagai mockingjay dengan membuat iklan provokatif untuk mengintimidasi Capitol sekaligus mengangkat semangat para pemberontak yang tersebar di berbagai distrik.

Katniss terjebak dalam permainan para penguasa dalam revolusi ini. Ia tidak tahu siapa yang paling diuntungkan dalam keadaan ini karena sepertinya tetap banyak korban yang berjatuhan. Bahkan lebih banyak dari korban The Hunger Games. Yang ia tahu, dirinya hanyalah pion yang sedang dimanfaatkan diatas papan catur. Ya, Katniss masih berada di arena Hunger Games.


The Mockingjay

Katniss, yang telah selamat dua kali dalam Hunger Games dan yang tanpa sengaja mempopulerkan pin mockingjay diminta untuk menjadi simbol pemberontakan. Mockingjay adalah campuran dari burung Jabberjay dengan Mockingbird. Alkisah, Capitol menciptakan mutt berupa burung jabberjay yang bisa menirukan suara manusia semirip mungkin dengan aslinya. Setelah pemberontakan usai, burung jabberjay ini dibuang ke alam liar supaya punah. Namun karena insting survivalnya tinggi, burung jabberjay akhirnya kawin  silang dengan mockingbird sehingga muncul spesies baru bernama mockingjay. Bisa dibilang kecelakaan ini diluar ekspektasi Capitol sehingga kejadian ini menampar mereka.

Seperti jabberjay, burung ini memiliki kemampuan untuk menirukan suara, hanya saja mereka mau menirukan lagu yang dinyanyikan oleh jenis suara tertentu, seperti suara Katniss, misalnya. Lalu menyebarkan lagu tersebut kepada mockingjay yang lain sampai seluruh mockingjay dalam komunitas tersebut tahu lagu tersebut. Burung mockingjay kabarnya sekeras batu dan mampu hidup dilingkungan apapun. Selain itu burung mockingjay adalah lambang pemberontakan. Penyebanya sepele, karena Capitol tidak mampu membunuh burung ini dan malah menciptakan spesies baru diluar kontrol mereka.


The Revolution

Keadaan kini semakin pelik. Seluruh Panem menginginkan revolusi. Katniss tidak tahu bahwa sudah ada rencana tersendiri untuk dirinya. Dan ia terlibat dalam pemberontakan terhadap Capitol. Distrik 13 yang kabarnya musnah rupanya berhasil bertahan hidup dan sekarang tinggal ratusan kilometer di bawah tanah. Presiden Coin sebagai pemimpin distrik 13 sekaligus bertindak sebagai pemimpin pemberontak. Distrik 12 dihancurkan oleh Capitol persis seperti distrik 13 dulu. Beberapa ratus orang yang berhasil diselamatkan dari distrik 12 dengan senang hati ditampung oleh distrik 13.

Sementara itu di berbagai distrik mulai terjadi pergerakan pemberontakan. Saling mengirimkan informasi ke distrik lainnya agar segera bangkit membentuk gerakan pemberontakan, menyusun kekuatan melawan Capitol. Sementara itu Capitol tidak tinggal diam. Mereka mulai menyerang distrik-distrik yang memberontak. Korban mulai jatuh berguguran. Katniss sangat dibutuhkan untuk menjadi simbol pemberontakan, The Mockingjay. Katniss masih belum sadar sepenuhnya bahwa ia memiliki pengaruh kuat terhadap orang lain. Yang jadi masalah, Katniss mengalami disorientasi mental. Peeta tidak berhasil diselamatkan dan sekarang di tahan oleh Capitol. Yang Katniss tahu, ia tidak mampu menjadi mockingjay tanpa Peeta.


The Character and The Blast Chit-Chatty

Pasti banyak orang yang gregetan dan nggak sabar nunggu lanjutan series Hunger Games. Nah, berhubung saya udah keki banget waktu kesulitan mencari Catching Fire, akhirnya saya putuskan sekalian beli buku ketiganya, Mockingjay, walau adanya baru english edition. Lah, habisnya di edisi Bahasa Indonesianya ditunda terus terbitnya, jadi jangan salahkan saya ya kalau saya motong antrian :P

Katniss dalam seri terakhir ini berkali-kali mengalami berbagai kejadian yang membuatnya sakit secara mental. Seringkali Katniss berkeliaran dengan gelang penanda mental-disoriented mencari sudut-sudut sepi yang sulit ditemukan untuk sekadar bersembunyi dari semua orang. Ia melamun dan ditemani mimpi buruk saat ia tertidur. Ia bahkan masih tidak sadar siapa sebenarnya yang paling dicintainya, Gale atau Peeta. Dalam seri terakhir ini Suzanne mampu menampakkan karakter yang secara sempurna sangat ‘tidak sempurna’. Berulang kali saya mengagumi Suzanne dalam menciptakan karakter keren yang nggak dangkal. Dengan POV orang pertama, karakter Katniss sangat dekat dihati. Dan entah bagaimana saya mengerti bahwa Katniss is damaged. All the Hunger Games’s Victors are damaged. They are all damaged even after the games was years had already past. And it can’t be fixed. Katniss masih belum tahu seberapa berpengaruh dirinya dan ia selalu terkejut tiap kali orang-orang rela mati demi dirinya. Katniss bahkan masih belum tahu siapa yang akan ia pilih jika hanya satu diantara Gale dan Peeta yang bisa ia selamatkan.

Tapi menurut saya perkembangan love-line dan perasaan Katniss disini kembali kabur dan sulit di tebak. Yah, logis sih. Secara di Catching Fire, Katniss terpaksa melepas Gale karena ia kali itu ia berniat main sampai mati. Jadi sepenuhnya ia memilih Peeta. Nah, dalam Mockingjay ini akhirnya Gale mendapat porsi lebih besar nih. Hanya saja, Suzanne Collins sampai akhir tetap nggak adil karena nggak ngasih banyak kesempatan buat Gale. Karakter si Gale ini makin kemari makin bikin ilfil ajah. Tapi untungnya karakter Peeta disini juga jadi ambigu sih. Jadi dengan cara yang aneh Suzanne berhasil ngasih kesempatan yang sama buat kedua karakter Gale dan Peeta untuk mulai dari awal lagi karena porsi mereka seimbang.

Sekali lagi saya menggigil merasakan tangan dingin Suzanne Collins yang tanpa ampun melibas karakter-karakter buku Mockingjay sampai tinggal daging dan tulangnya. Sebenarnya nggak aneh sih untuk novel macam gini yang biasanya makan korban jiwa. Tapi (saya tekankan) sekali lagi, baru sekali ini saya menemukan buku YA yang karakternya di tebas habis dengan kecepatan mengerikan—dan dalam jumlah banyak. Bikin saya sport jantung dan sakit hati karena karakter-karakter favorit saya dibunuh dengan sadis hingga akhir cerita. Walaupun saya tahu menceritakan ending itu melanggar kode etik, tapi sebisa mungkin saya akan bermain dengan kata-kata karena endingnya sangat menarik untuk diulas. Endingnya menyayat hati tapi saya tahu beginilah saya ingin kisah ini diakhiri.

My review of the Series's List:

Sabtu, 27 Agustus 2011

Catching Fire


Judul: Tersulut - Catching Fire
Penulis: Suzanne Collins

Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: GPU
Tahun: 2010
Hlm: 424
ISBN: 9789792259810


The Synopsis

Kemenangan Katniss di Hunger Games membuat Presiden Snow geram karena menurutnya Katniss telah menyulut api pemberontakan di beberapa distrik. Maka dari itu Presiden Snow mengancam Katniss untuk membuktikan bahwa ia dan Peeta saling mencintai dalam Tur Kemenangan—untuk meredakan semangat pemberontakan penduduk. Masalahnya, Peeta sedikit marah pada Katniss tepat saat mereka kembali ke distrik 12 setelah mereka memenangkan Hunger Games dan mereka saling menjauh. Dilain pihak, Katniss bingung dengan perasaannya terhadap Gale karena tampaknya Gale mulai menunjukkan ketertarikannya pada Katniss.

Sementara itu, Capitol memiliki agenda sendiri untuk Quartel Quell yang ketiga. Dalam upaya Presiden Snow membalas dendam, Katniss dan Peeta kembali bermain dalam Hunger Games. Mimpi buruk Katniss belum lagi hilang dan ia sudah harus mempertaruhkan hidupnya sekali lagi. Namun kali ini ia bertekad untuk melindungi Peeta karena ia berutang banyak pada anak lelaki itu. Sanggup kah Katniss membuktikannya pada Presiden Snow?


The Games

Quarter Quell merupakan versi Hunger Games yang dimuliakan untuk menyegarkan ingatan tentang mereka yang terbunuh akibat pemberontakan di distrik-distrik. Maka setiap dua puluh lima tahun sekali dirayakan Quarter Quell. Karena sifatnya yang istimewa, maka pesertanya di gandakan menjadi 48 peserta. Empat anak dari tiap distrik, masing-masing dua anak perempuan dan anak laki-laki. Namun, Presiden Snow yang ingin balas dendam terhadap Katniss dengan sengaja membuat Quarter Quell ini berbeda. Ia memutuskan untuk mengambil peserta dari para pemenang Hunger Games sebelumnya.


The Cute-mentary

The Hunger Games series yang terbit di Indonesia baru dua seri tapi susah sekali dicari. Oke, saya telat sih euforianya. Jadi mungkin memang sudah habis terbeli sementara penerbit belum sempat mencetaknya kembali. Saya keliling empat toko buku tanpa hasil dan stok di toko online langganan juga sedang kosong. Tapi alhamdulillah ya *terSyahrini* akhirnya dapat juga setelah berusaha sekali lagi. Mungkin penerbit akan mencetak ulang seri ini bersamaan dengan momen release filmnya ya supaya lebih heboh. Dan semoga buku ketiganya—yang sudah diundur berbulan-bulan—segera diterbitkan.

Setelah memukau saya dalam seri pertama, Catching Fire rupanya berhasil mematahkan stigma ‘sekuel selalu lebih buruk dari edisi pertama’. Kenyataannya, saya jauh lebih suka buku kedua The Hunger Games ini. Alurnya lebih cepat dan sangat seru. Karakternya lebih tereksplore dan mendalam. Permainannya pun jauh lebih variatif dan kreatif. Plotnya tersusun rapi. Saking rapinya, saya sampe ‘digantung’ karena novel ini berakhir di saat yang tidak tepat alias pas lagi seru-serunya. Macam sinetron yang disaat anak tiri mau dibunuh, eh, ceritanya bersambung..

Karakter Gale—Katniss’s second interest—disini masih porsinya sedikit walaupun secara prosentasi bisa dibilang dapat bagian lebih banyak dari buku sebelumnya. Menurut saya Gale lumayan berpotensi untuk menjadi karakter yang disukai apabila diberi lebih banyak kesempatan untuk ‘nampang’ karena pencitraan karakternya sudah lumayan kuat. Tapi tampaknya sejak awal Suzanne Collins memang lebih mendukung Team Peeta jadi disini hubungan Katniss dan Peeta lebih asoy-geboy-sumpah-sweet-abis. Walaupun saya heboh begitu, sebenarnya Katniss sendiri masih belum meyakinkan perasaannya walau dia sudah membuat pilihan.

Banyak karakter baru muncul disini. Diantaranya adalah para PemenangHunger Games sebelumnya yang punya peran penting dalam keseluruhan cerita dan tampaknya plot Suzanne Collins untuk buku selanjutnya. Dan yang saya suka dari tokoh ciptaan Suzanne, tiap tokoh punya kesan dan pencitraan yang kuat. Tapi sekali lagi Suzanne masih berdarah dingin karena korban jiwa dalam buku ini sama sekali nggak berkurang.

Sebenarnya banyak sekali yang bisa di review dari Catching Fire ini, cuma saya terlalu keki karena ceritanya tadi ‘bersambung’. Jadi saya takut keceplosan ‘spoiler’ dan nantinya malah merusak keseluruhan nikmat pembaca. *Hehe, kayak review saya penting aja*


My Review of the Series's List:
1. The Hunger Games
2. Catching Fire
3. Mockingjay


Rabu, 24 Agustus 2011

The Hunger Games

Judul: The Hunger Games
Penulis: Suzanne Collins
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: GPU
Tahun: 2009
Hlm: 408
ISBN: 9789792250756


The Synopsis

Katniss tinggal di Distrik 12. Distriknya merupakan wilayah termiskin di seluruh negara Panem dengan Capitol sebagai pusat kota yang dikelilingi 12 distrik. Negara ini memiliki acara televisi tahunan bernama The Hunger Games untuk menghibur seluruh negeri. Acara ini dirancang oleh Capitol sebagai bentuk hukuman karena distrik-distrik lain pernah memberontak terhadap Capitol. Hanya saja para pemainnya diambil dari masing-masing distrik—tanpa melibatkan Capitol. Setiap distrik harus mengirimkan seorang anak perempuan dan laki-laki. Kemudian dua puluh empat peserta tersebut harus bertarung—membunuh hingga tersisa satu pemenang yang bertahan hidup.

Katniss hanyalah remaja berusia 16 tahun yang sangat menyayangi adik perempuannya, Prim. Ketika nama Prim terpilih untuk mengikuti The Hunger Games, Katniss mengajukan diri untuk menggantikannya. Karena ia tahu, kecil sekali kemungkinan Prim yang rapuh untuk dapat bertahan hidup dalam permainan itu. Sudah bertahun-tahun Distrik 12 tempatnya tinggal tidak ada yang berhasil pulang menjadi pemenang. Tentu, pemenang disini artinya adalah satu-satunya anak yang berhasil bertahan hidup dengan membunuh peserta lainnya. Kalau itu resiko yang dihadapi Prim yang manis dan mungil, yang ikut menangis saat ia menangis, lebih baik Katniss saja yang menggantikannya. Lagipula sejak ayahnya meninggal, bisa dibilang Katnisslah yang menjaga dan melindungi keluarganya karena ibunya terkena depresi, tak sanggup melakukan apa-apa, bahkan untuk mengurus anak-anaknya sekalipun. Yang Katniss tak tahu, pertandingan kali ini akan menjadi pertarungan tak terlupakan bagi penduduk Panem.


The Games

Meskipun Suzanne Collins mengaku buku ini terinspirasi dari permainan Gladiator, tapi mau tidak mau saya merasa adanya banyak kemiripan antara The Hunger Games dengan film jepang berjudul Battle Royale yang dibintangi Tatsuya Fujiwara (dan menurut saya merupakan film paling keren sepanjang masa).

The Hunger Games ini dirancang dengan tujuan untuk menghukum distrik-distrik yang pernah memberontak terhadap Capitol. Sehingga mereka meminta tumbal dua anak-anak (laki-laki dan perempuan) dari tiap distrik untuk menjadi peserta. Secara spesifik, anak berusia 12 tahun hingga 18 tahun maksimal. Tiap tahun masing-masing anak wajib memasukkan nama mereka untuk kemudian di undi. Namun jika kau miskin dan kelaparan, seperti Katniss, bisa memasukkan namanya lebih banyak untuk ditukar dengan tessera (tessera bisa ditukar dengan setahun gandum dan minyak). Dalam permainan ini, para peserta dipaksa untuk saling membunuh, karena pilihannya hanya tinggal dibunuh atau membunuh. Hingga tersisa satu orang yang bertahan hidup saja sebagai pemenangnya.

Dalam Hunger Games, tiap tahun disediakan arena pertarungan yang berbeda. Dirancang sedemikian rupa oleh para juri untuk memberikan tantangan dan tontonan menarik baik untuk peserta maupun para penonton. Tentunya dengan teknologi canggih yang bisa diatur dari ruang kontrol. Seperti suhu udara, cuaca, siang dan malam, misalnya. Jika suasana terlalu tenang, dalam arti para peserta memilih untuk saling sembunyi, maka Juri dapat memaksa mereka keluar dari persembunyian—dengan menciptakan kebakaran, badai, hujan buatan—sehingga peserta tadi keluar dari zona nyamannya dan digiring untuk lari menuju peserta lain agar saling bunuh. Tentu, para peserta juga bisa bersekutu untuk membunuh peserta lain yang lebih lemah. Dan nantinya setelah hanya mereka yang tersisa, mereka bisa saling tusuk dari belakang hingga tinggal satu pemenang.

Plot cerita film Battle Royale, memiliki ide cerita berbeda namun dengan inti permainan yang sama. Dimana disuatu masa, keadaan ekonomi negara Jepang sangat kacau, anak-anak muda di Jepang sudah kehilangan rasa hormat pada generasi tua dan bisa dibilang sudah lepas kontrol. Pemerintah menyetujui reality show dimana mereka secara acak memilih satu kelas untuk menjadi peserta dalam Battle Royale. Sehingga satu kelas siswa-siswi kelas 9 sebanyak 42 orang diculik lalu diasingkan ke sebuah lokasi terpencil. Disana mereka di beri ransel-ransel secara acak yang berisi persediaan logistik sekaligus senjata dan satu kalung  yang akan meledak jika peserta melanggar peraturan. Kemudian mereka dipaksa harus saling membunuh dalam kurun waktu tiga hari hingga tersisa satu orang pemenang... atau mereka semua mati. Tentu saja segala kegiatan mereka akan direkam dan disiarkan dalam acara TV nasional. Kemudian sekelompok murid mulai bersekutu untuk menghindari permainan brutal tersebut dan mencari cara untuk bisa keluar dari pulau terpencil itu tanpa harus saling membunuh.

Sounds familiar, kan?


The Thrill

Meskipun The Hunger Games dimasukkan dalam kategori Children’s Books oleh Scholastic namun menurut saya buku ini terlalu sadis bahkan untuk kategori YA sekalipun. Jenis sadis tanpa sensor. Seperti pembunuhan dengan darah muncrat, daging terkelupas, leher tergorok, jantung tertombak, dsb. Tipikal buku dystopian kategori anak atau YA biasanya selalu punya teman hero/heroine yang lovable, dan karena pembaca menyukai mereka, maka pengarang memastikan teman hero/heroine ini tak bisa mati. Tapi jangan berharap banyak jika kamu membaca buku ini karena kisah ini jauh dari happy ending. Dan menilik betapa dinginnya Suzanne Collins dalam membunuhi karakter-karakter di dalamnya—bahkan karakter pembantu dominan yang lovable sekalipun—bisa dibilang buku ini terlalu ‘kelam’ karena nasib para karakternya berakhir tragis. Namun justru karena pengarangnya ‘tega’ dan ‘sadis’ buku ini worth it. Jenis buku yang bikin kita salah tebak dan terus terkejut sampai halaman terakhir. Harap-harap cemas dan bikin kita nggak bisa berhenti baca.


The Future

Sangat tidak jelas setting cerita ini di tahun ke berapa. Kecuali fakta bahwa Amerika Utara sudah musnah dan sekarang berdiri negara Panem, dengan Capitol sebagai pusat kota dan 12 distrik tersebar mengelilinginya. Juga tidak dijelaskan negara tetangga dari Panem itu sendiri, yang menurut saya mendukung cerita karena informasi antar distrik sendiri dibatasi dan sangat di kontrol oleh Capitol. Sehingga tiap distrik terisolasi satu sama lain. Namun pertanyaan alasan musnahnya Amerika Utara tidak terjawab hingga akhir.

Dalam negeri masa depan buatan Suzanne Collins ini perpaduan antara negera dunia ketiga dengan kecanggihan teknologi yang bertolak belakang. Dimana di distrik 12 sendiri seolah kembali ke zaman prehistorical dimana orang dewasa yang sudah cukup umur harus bekerja di tambang batu bara. Tidak ada kendaraan di distrik 12 kecuali kereta api yang membawa orang-orang dan hasil tambang ke Capitol. Untuk ke Capitol sendiri, penduduk Distrik 12 tidak bisa seenaknya pulang pergi kesana karena mereka harus mendapat undangan khusus dari Capitol terlebih dahulu. Lokasi distrik 12 juga dibatasi oleh pagar listrik. Mereka yang tertangkap basah berada di luar batas pagar akan dibunuh. Tentu Katniss yang pandai memanah bisa berburu (karena banyak sekali orang yang mati kelaparan di distrik 12) setiap hari menyusup keluar pagar untuk berburu tupai, anjing liar atau daging apapun yang bisa ia jual ke Hob (pasar gelap). Ia ahli memanah, memasang perangkap buruan dan memanjat pohon tinggi dengan badannya yang kecil dan ringan.

Disisi lain, di Capitol, teknologi sudah berkembang sedemikian canggihnya. Dengan kamar mandi yang punya ratusan tombol pilihan shower (untuk sabun dengan berbagai aroma, semprotan keras-lembut dalam berbagai suhu), dan banyaknya praktek operasi plastik yang membuat penduduk Capitol awet muda atau berpenampilan nyentrik (dengan merombak wajah agar memiliki kumis kucing, misalnya). Tentu saja, arena Hunger Games sendiri yang dirancang selama bertahun-tahun dengan teknologi tinggi untuk menciptakan lokasi senyata mungkin dengan alam namun tetap dapat di atur dari ruang kontrol para juri.

Adanya mutt—mutan yang tentunya akrab ditelinga pecinta sci-fi dan sudah sangat sering berseliweran dalam film X-Men. Namun Mutt disini digambarkan sebagai monster yang buas dan haus darah yang dikendalikan oleh para ilmuwan Capitol.


The Character

Katniss, sebagai tokoh utama, adalah gadis yang dikhianati orang tuanya, sehingga ia terpaksa berperan sebagai tulang punggung keluarga yang selalu melindungi Adik dan Ibunya. Ia gadis yang mandiri, keras hati, dan sangat tertutup—jika tidak bisa dibilang agak kejam. Namun ia luluh dalam kerapuhan, seperti Prim (adiknya) dan Rue (peserta Hunger Games yang bertubuh mungil, rapuh, dan sangat mirip Prim). Ia bisa melakukan apa saja untuk bertahan hidup dalam Hunger Games. Termasuk berpura-pura mencintai Peeta selama Hunger Games berlangsung agar penonton menyukai mereka dan mau menjadi sponsor mereka. Sponsor disini nantinya akan mengeluarkan uang untuk memberikan bantuan kepada mereka di arena (obat-obatan, makanan, senjata dll).

Peeta, sebagai salah satu peserta laki-laki dari distrik 12 memiliki karakter menyenangkan, lucu, dan selalu tahu harus berkata apa. Peeta adalah kebalikan dari Katniss yang dingin. Jika Katniss pandai berburu, maka Peeta suka sekali menghias kue. Semua orang menyukai Peeta. Dan ketika Peeta menyatakan cintanya pada Katniss dalam wawancara Hunger Games, Katniss tahu seluruh hati Panem bersimpati pada kisah cinta mereka—pasangan yang tak mungkin bisa bersatu. Jadi sebisa mungkin Katniss berperan menjadi kekasih yang baik. Dan Peeta mau melakukan apapun untuk melindungi Katniss agar tidak terbunuh dalam The Hunger Games.

Haymitch, salah satu pemenang Hunger Games yang sekarang jadi orang tak berguna, selalu mabuk dan tak sadarkan diri. Namun Haymitch satu-satunya mentor yang bisa mereka andalkan untuk bertahan hidup dalam permainan ini. Menjaga mereka dari luar arena dengan cara mencari sponsor untuk mereka berdua.

Dst.. yang menurut saya karakternya dominan namun dikorbankan dengan semena-mena. Lebih baik tidak perlu saya ulas disini karena mereka jauh lebih lovable kalau anda membacanya sendiri.


The Bitter Part

Berawal dari review Natha yang oke banget tentang buku ini dan banyaknya hashtag di twitter yang mengelu-elukan novel ini sebagai #bacaanwiken paling recommended mau nggak mau saya jadi penasaran. Nah, setelah melalu perjuangan keliling Madiun, akhirnya saya menemukan novel ini. Tinggal satu pula stoknya. Plastiknya sobek bagian atas cover halaman bukunya. Kotor bgt karena stoknya tinggal satu edisi tersisa. Dan bindingnya jelek karena halaman tengahnya lepas. Geez. Tapi eh tapi nggak boleh komplen, karena ini cuma satu-satunya buku yang bisa saya temukan.

Dan setelah baca, ternyata...

Exhilarating! Haha. Perpaduan action, adventure, romance, sci-fi, fantasy dan thrill yang sangat mengasyikkan. Dengan POV orang pertama—Katniss yang dingin dan pragmatis terasa menenangkan. Karena kita sudah biasa disuguhi heroine yang biasanya lovable dan sensitif.

Yang menyenangkan dari karakter-karakter Suzanne adalah adanya pertukaran pengkategorian gender. Dimana heroine kita, Katniss, sebagai anak perempuan, lebih maskulin (pandai berburu, memastikan keluarganya mendapat makan dan secara karakter, sangat dingin dan susah didekati) namun tetap sensitif (melindungi dan mengayomi Rue). Disisi lain, Peeta sebagai hero-nya, anak bungsu pemilik toko roti yang selalu kenyang tiap malam dan runner-up dalam pertandingan gulat (pemenang pertamanya, kakak lelakinya) namun perasa, pandai bicara, sangat memahami Katniss dan suka sekali menghias kue.

Love-line dalam cerita ini unik. Karena nggak ada kisah cinta menye-menye yang tipikal. Justru Suzanne meramu romance yang sedikit rumit yang penuh prasangka dan penyangkalan. Karena tokoh utama kita disini dingin dan susah membuka hati. Peeta yang mengaku menyukai Katniss selalu hangat dan sangat melindungi Katniss. Sampai Katniss sendiri tidak yakin akan perasaannya terhadap Peeta karena karakter pragmatisnya hanya menyisakan insting bertahan hidup. Ia meragukan kebaikan-kebaikan Peeta yang menurut saya sangat logis karena Hunger Games hanya menyisakan satu pemenang. Jadi Katnis selalu menyiapkan hati jika suatu saat ia terpaksa membunuh Peeta.

Kemudian, ditengah tekanan perburuan nyawa para peserta, Suzanne sukses memasukkan sisi humanis di setiap karakternya. Dimana Katniss dan Peeta serta beberapa karakter lainnya tidak mau kehilangan jati diri mereka sendiri sebagai manusia dalam permainan tersebut sementara disisi lain, peserta lainnya terlalu larut dalam memenangkan pertarungan itu—membunuh dianggap sebagai suatu kebanggaan, dst. Bahkan berkali-kali terjadi pertentangan batin dalam diri Katniss atas keputusannya membunuh.

Dari kedalaman pikiran Katniss, dapat kita rasakan adanya tekanan berat yang membuat Katniss stres, delusional dan hampir depresi sehingga Suzanne sukses membuat mengaduk emosi. Tentunya tetap dalam kadar ringan karena bagaimana pun ini buku untuk Young Adults—meskipun kesadisannya cukup bikin miris. Namun disinilah poin plus buku ini, sisi humanis dan realitisnya yang membuat buku ini menarik. Dan romance yang dieskplore dari sudut lain menurut saya original sekali.  

Kabarnya tahun depan film The Hunger Games akan segera release dengan Jennifer Lawrence (yang sempat main juga di X-Men: First Class) sebagai Katniss dan Josh Hutcherson (child actor, prodigy for fantasy and action movie) sebagai Peeta.  Dengan berat hati saya beri nilai 4 bintang saja, karena satu alasan pasti bahwa buku ini terlalu nikmat untuk diakhiri dan bahwa saya terlalu sakit hati karena ternyata buku ini masih berseri. Ouch!


My review of the Series's List:
1. The Hunger Games
2. Catching Fire
3. Mockingjay

 

Senin, 15 Agustus 2011

I'm going to challenge myself What's In A Name 4


Banyak banget BBI yang ikutan What's In A Name 4 dan awalnya saya males mau ikutan juga. Nambahin kerjaan aja, secara Goodreads Reading Challenge baru sekitar 60% tercapai. Tapi setelah dibaca lebih lanjut ternyata unik juga tantangannya.



Here the challenges;

Between January 1 and December 31, 2011, read one book in each of the following categories:
  1. A book with a number in the title: Size 12 Is Not Fat, Size 14 Is Not Fat Either
  2. A book with jewelry or a gem in the title: Glam Girls, Kotak Mimpi *maksa, I know, it's very tricky*
  3. A book with a size in the title: The Wide Window
  4. A book with travel or movement in the title: The Journeys, Kedai 1001 Mimpi: Kisah Nyata Seorang Penulis yang Menjadi TKI, The Naked Traveler, The Naked Traveler 2, The Naked Traveler 3, Traveler's Tale: Belok Kanan Barcelona!
  5. A book with evil in the title: A Loving Scoundrel, Between The Devil and Desire, The Devil Who Tamed Her, City of Fallen Angels
  6. A book with a life stage in the title: All Those Things We Never Said, The Girls of Riyadh, Honeymoon With My Brother

Dan lagipula beberapa buku yang disyaratkan sudah pernah saya baca semua lho--tentunya dalam kurun waktu 1 Januari s.d. 31 Desember 2011. Tentunya ada beberapa yang 'maksa' hehe, sorry, can't help it. I just had being creative. I'll keep filling up the list!


Minggu, 14 Agustus 2011

The Boy in the Striped Pyjamas


Judul: The Boy in the Striped Pyjamas: Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis
Penulis: John Boyne
Penerjemah: Rosemary Kesauli
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: 2007
Hlm: 240
ISBN: 9792229825

Review:

Pertama kali melihat di rak buku obralan cover buku bergaris yang sepaham dengan judulnya (striped--red) langsung menarik perhatian saya. Jadi ingat kalau dulu pernah pinjam filmnya (nggak tamat nontonnya karena terlalu monoton). Kemudian saya membaca sinopsis menarik di sampul belakangnya, izinkan saya kutip disini;

Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja tidak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya. Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya.

Kalau Anda membaca buku ini, Anda akan mengikuti perjalanan seorang anak lelaki umur sembilan tahun bernama Bruno (Meski buku ini bukanlah buku untuk anak kecil). Dan cepat atau lambat, Anda akan tiba di sebuah pagar, bersama Bruno.

Pagar seperti ini ada di seluruh dunia. Semoga Anda tidak pernah terpaksa dihadapkan pada pagar ini dalam hidup Anda.


Statement berikut, "Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya" bikin saya penasaran. Apa buku ini terlalu dangkal ya? Khawatir inti cerita cukup ringkas masuk ke sinopsisnya. Statement kedua "(Meski buku ini bukanlah buku untuk anak kecil)." ini juga menarik sekali. Meraba tebal buku dan brandol obral saya cuma harus bayar 10.000 kalo dipikir-pikir murah banget lho untuk kisah historical-fiction populer. Tipis sih bukunya, tapi kalo terbitan baru pasti dibrandol 30ribuan deh. Lucky me.



Ternyata POV novel ini diambil dari kacamata anak laki-laki berusia 9 tahun. Bruno namanya. Polos, sederhana, hanya menginginkan teman bermain saat keluarga mereka pindah ke rumah baru. Berada di lingkungan yang sepi tanpa tetangga, Bruno bisa melihat situs yang menurutnya kebun. Berisi petani-petani, ada yang tua, muda, maupun anak-anak. Semuanya memakai pakaian yang sama. Piama bergaris. Yang Bruno tak tahu, sebenarnya itu penjara, bukan kebun. Dan ayahnya adalah pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab atas situs tersebut.



Bruno yang bosan karena tak punya teman bermain berharap bisa mengunjungi kebun tersebut dan berkenalan dengan anak-anak sebayanya. Saat ia melakukan ekspedisi, sampailah Bruno ke dekat pagar besi. Pada akhirnya bisa berteman dengan anak sebayanya yang juga berusia 9 tahun. Ia bertemu Shmuel. Teman barunya memakai "piyama" tentu. Dan persahabatan mereka terjalin tulus.



Peristiwa Holocaust

Sebelum baca buku ini saya sama sekali nggak tahu kalau kisah ini menyerempet isu holocaust, walau lebih ditekankan sisi persahabatan murni dua anak kecil. Saya bahkan nggak tahu apa itu holocaust! Buat yang belum tahu apa itu holocaust, izinkan saya menjelaskan apa yang saya dapat dari wikipedia, ehem *bersihin tenggorokan*; pada intinya, holocaust itu merupakan bentuk nyata dari rasisme, yang 'kabarnya' direalisasikan dengan penyiksaan, gas racun, pembunuhan, dll terhadap kaum Yahudi, penganut Katolik, orang cacat, ras Polandia, dst. Kebenaran peristiwa holocaust sendiri rupanya masih jadi pertentangan.



Adaptasi Film

Dulu pernah nonton filmnya tapi terasa sangat datar dan membosankan, bagi saya (saat itu). Saya masih ingat VCD saya matikan sampai adegan Bruno jatuh dari ayunan. Ceritanya nggak berat kok, nggak terlalu serius juga. Cuma agak miris aja. Miris banget.
Nah, setelah nyari-nyari filmnya (yang susah banget ditemukan di rentalan) dan nonton ternyata eh ternyata beda dari novelnya *yaiyalah* jadi izinkan saya meracau sedikit disini.


****
AWAS SPOILER!!
****



Oke, saya habis nonton filmnya. Dan saya nggak tahan untuk nggak ngasih SPOILER DISINI. Bagi yang belum baca dan belum nonton, lewati bagian ini.



So, saya agak kecewa sama filmnya karena, pertama; pemeran Jendral aka bapaknya Bruno (pemeran Remus Lupin dalam Harry Potter, btw) disini ga sesuai gambaran di novel dan Jendralnya kok lembek gitu. Di novelnya diceritakan kalau Jendralnya ini sama sekali nggak hangat, garang, berwibawa, berkharisma, miskin suara (alias jarang ngomong). Eh tapi di filmnya si Jendral malah ikut diskusi keluarga segala, membujuk Bruno untuk mau pindah, padahal di novelnya tuh si Bruno yang nyari Jendralnya supaya nggak usah pindah dan Jendralnya nggak mau ngebahas itu karena semua sudah diputuskan (secara sepihak, obviously).



Yang kedua; endingnya yang beda sama di novel. Cerita aslinya, setelah Bruno terseret arus dan di 'holocaust'--dibunuh dalam kamar gas (sampai sekarang saya masih belum tahu mereka itu di bakar hidup2, disemprot gas beracun, di ledakin pake bubuk mesiu atau gimana) keluarga dan anak buah Jendral aka tentara, masih nyari dia selama berhari-hari. Baru dua hari kemudian bajunya ditemukan. Trus beberapa minggu setelahnya baru deh si Jendral itu nyadar kalau Bruno sudah jadi korban. Mungkin di film untuk memberi sentuhan dramatis kali ya makanya adegannya keluarga mereka lari pontang-panting menjelang detik-detik "kamar gas" itu terjadi--yg obviously akhirnya mereka telat menyelamatkan Bruno.



Saat baca novelnya, rasanya kok datar sekali karena sebagian besar kisahnya adalah tentang Bruno yang bosan setengah mati karena nggak punya temen main, mau nggak mau bikin saya ikut bosan baca bukunya. Dan mungkin karena POV dari anak berusia 9 tahun (omong2 di filmnya kalo ga salah 8 tahun, apa subtittlenya yg salah ya?) jadi berasa kurang ekspresif (bagi saya). Tapi secara keseluruhan saya lebih suka bukunya dong, penyampaian polosnya anak-anaknya dapet meski dramatisnya--tentu--saya akui lebih bagus filmnya. Karena film selalu menyajikan sisi yang tidak mampu dieksplore buku, salah satunya adalah adegan gerak visual 2D.

Join BBI

credit icanread


Morning, readers.

Setelah menimbang selama 10 hari akhirnya saya putuskan untuk bergabung dengan BBI (Blog Buku Indonesia). Keputusan ini mengganjar saya untuk menjadikan blog ini sebagai blog yang hanya mereview buku-buku saja (lebih bagus lagi buku terbitan Indonesia).

Entries berisi review film dan drama harus saya hide dan akan saya pindahkan ke akun WORDPRESS saya secara bertahap. Lagipula hampir semua review mulanya berasal dari sana. So, nothing to lose and I don't regret anything :D

Please welcome me warmly BBI :D

XOXO,

Okeyzz

Kamis, 04 Agustus 2011

Pride and Prejudice

Judul: Pride and Prejudice: Keangkuhan dan Prasangka
Penulis: Jane Austen
Penerjemah: Yunita Chandra
Editor: M. Syarif Mansyur
Penerbit: Bukune
Tahun: 2011
Hlm: 452
ISBN: 602-8066-88-5

Review:


Pride and Prejudice ini gaungnya sudah kemana-mana. Tapi saya baru baca sekarang. Telat? Ah, nggak juga. Better late than never. Yang jelas novel klasik ini untuk sepanjang masa. Tidak ada tanggal kadaluarsanya. Siapa pun boleh baca. Pamor novel klasik karya Jane Austen ini mau tidak mau membuat saya tertarik membaca bukunya. Walaupun sebenarnya rasa tertarik ini lebih karena adaptasi filmnya yang dibintangi Keira Knightly sulit saya pahami. Serasa ada yang missed, yah problematika umum yang selalu dialami film adaptasi novel.

Terjemahan novel Pride and Prejudice ternyata ada dua versi dari dua penerbit yang berbeda. Dengan alasan ekonomis saya akhirnya membeli terbitan yang dimensinya lebih kecil. Covernya manis, desainnya menampakkan lukisan siluet pria dan wanita era abad 19, classy. Bahkan covernya glow in the dark lho, lovely.
Dengan semangat saya mulai membaca dan langsung kecewa. Gaya bahasa yang dipilih pengarang menurut saya bagaikan terjemahan langsung dari kamus. Mungkin penerjemahnya ingin setia pada gaya bahasa asli Jane Austen secara ini novel klasik. Tapi menurut saya malah terkesan kaku dan bertele-tele alih-alih nyastra. Ibarat kata guru bahasa Indonesia saya, kalimatnya tidak efektif. Hasilnya, sukses membuat saya bosan setengah mati dan tersiksa.

Sempat saya tinggalkan untuk membaca novel Khokkiri, menonton 5 judul film dan saya bawa bolak-balik Madiun-Yogyakarta. Saya sempat duduk bersebelahan dengan mbak-mbak yang membaca versi penerbit lain, yang covernya pakai model. Saat itu saya baru baca 5 halaman, jadi tak punya ekspektasi atau rasa iri. Tapi sekarang jadi bertanya-tanya, apakah terjemahan penerbit itu lebih membosankan atau tidak yaaa?
Terlepas dari gaya bahasa yang dipilih penerjemahnya, cerita Pride and Prejudice ini rupanya juga tidak konsisten dengan sinopsis di cover novelnya. Berdasarkan sinopsisnya, kisah ini merupakan kisah cinta antara Mr. Darcy dengan Elizabeth tapi ternyata kisah mereka berdua sangat sedikit. Justru yang diceritakan malah kisah cinta saudara-saudara perempuan Elizabeth, tetangganya, sepupunya, ibunya, dst. Mungkin lebih cocok jika dimasukkan dalam family drama abad 19 ya. Terlalu banyak drama keluarga disini meski yang diusung adalah tema pernikahan era Victoria—tepatnya pencarian suami era Victoria.

Saya masih lebih respek sama filmnya yang fokus pada Elizabeth dan Mr.Darcy lalu dengan pintarnya membuang plot yang tidak perlu. Bahkan karakter Elizabeth yang katanya witty pun tidak saya rasakan karena setiap dialog terasa berat, panjang, dan bertele-tele.
Jika dilihat dari kacamata abad 19 mungkin kisah romance ini menggebrak dunia pernovelan dan sangat menginspirasi. Tidak salah kalau sekarang sering disebut sebagai novel klasik populer. Namun bagi saya pecinta penikmat historical-romance, novel yang ditasbihkan sebagai penginspirasi novel-novel romance ini terlalu mengecewakan.

Entah kenapa saya sama sekali tidak bisa menikmatinya dan tersiksa saking bosannya. Masalah plot atau cara gaya bahasanya? Mungkin novel klasik memang bukan genre yang tepat untuk saya. Lain kali saya akan baca edisi penerbit yang lain, mungkin saya bisa mendapat pencerahan. Jane Austen lovers please don't hate me. I think 2 of 5 stars would be fine.

Selasa, 02 Agustus 2011

Khokkiri


Judul: Khokkiri
Penulis: Lia Indra Andriana
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun: 2011
Hlm: 308
ISBN: 978-602-98325-1-8





Review:


Sinopsis di belakang cover novel ini sama sekali nggak ngasih clue tentang isi ceritanya kecuali satu tema: kenangan.


Khokkiri. Aneh sekali ya judulnya. Kosa-kata Korea yang sangat tidak akrab ditelinga ini jika di Bahasa Indonesia kan rupanya berarti ‘Gajah’. Harusnya kalau saya cepat tanggap pasti bisa lebih cepat menebak, lha wong covernya aja bergambar gajah. Gajah imut, warna biru lagi pegang kamera, aaaawwww. Nah, ternyata gajah disini erat kaitannya dengan kenangan, karena gajah adalah makhluk yang tak pernah lupa. Itu, saya baru tahu lho. Wow, ternyata banyak banget ya yang saya nggak tahu. Untuk pecinta korea, jangan khawatir, salah satu penulis webseries di KoreanUpdates ini tetap menghibur kita dengan memberi sentuhan khas Korea disana-sini. Mulai dari dialog berbahasa Koreanya sampai jalan-jalan di Korea juga euy.


Oke, untuk gampangnya, saya kasih sedikit cuplikan saja ya. Karena saya sedang menghindari penyebaran ‘spoiler’ yang takutnya mengacaukan kejutan spesial Khokkiri. Maklum, novelnya masih baru dan sangat 'gres' sekali. Sebenarnya, bagi kalian yang rajin mampir ke blog mba Lia pasti tahu kok, soalnya beberapa chapter pernah di post. I read it, hehe.


Alkisah #eaa ada kisah cinta yang terjalin manis via dunia maya paling beken dan ga ada matinya; blog
Satu kisah menceritakan perjalanan cinta yang mereguk kenikmatan duniawi.
Disisi lain, ada kisah cinta yang realistis, hubungan serius yang mengarah pada pernikahan.



Tak satu pun kisah diatas layak masuk kategori teenlit. Jadi jauhkan novel ini dari anak SD. Ini novel dewasa #serius *ditendang*


Alurnya cepat. Untunglah. Hasil pemangkasan 3 bab sepertinya—as mba Lia told in her ‘foreword’. Saya bisa nggak tahan baca yang berat begini kalau alurnya lambat, Lagi-lagi mba Lia mengangkat tema berat seperti novel M.A (ingat Marrying AIDS, kan? Mba Lia nggak lupa bawain dokter gigi idola kita, si Fre untuk jadi cameo lho) awal kisah cinta manis ini rupanya berujung pada tema D.I.DDissociative Identity Disorder. Wew, jarang banget ya ada novel Romance yang ngangkat tema kepribadian ganda. Sebelas-duabelas sama kisah 24 Wajah Billy, Sybil, dll. Novel ini di lengkapi dengan interaksi antar-alter, konflik antar tokoh, teka-teki siapa host asli diantara para alter tersebut dan terakhir tentunya kembali ke tema dong, apa yang dimaksud ‘kenangan’ itu sendiri?


Saat membaca novel ini, saya tak punya ekspektasi apapun selain bahwa ini novel romance dengan kategori teenlit. Dan ternyata salah praduga. Novel ini lebih dari itu. Seperti yang di tulis endosernya, ini Drama-Psikologi. Risetnya nggak main-main. Bahkan hingga setengah buku terbaca saya kira novel ini menceritakan 3 kisah berbeda yang mengambil tema sama. Well, guess I’m completely fooled. Setengah buku terakhir mulai terkuak tentang apa sebenarnya ‘kartu As’ yang selama ini disimpan penulisnya. A really twisted plot. Wow, baru sekali ini saya benar-benar kecolongan. Bahkan novel suspense dan konspirasi saja masih bisa ditebak. Salute.


Dan yang pasti saya berani bilang chemistry antar tokoh di novel ini jauh lebih kuat jika dibandingkan chemistry para tokoh di novel mba Lia sebelumnya. Sehingga feel gregetnya lebih ‘mantap’ deh. Secara keseluruhan novel ini bertema berat tapi nggak bikin kepala berat. Mungkin lebih tepat kalau disebut novel serius, tema menarik, plot twisted dan kisah cinta yang manis. Saya nggak berhenti penasaran dan terus salah menduga hingga akhir cerita. Worth 4 of 5 stars!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...